Video Conference yang digelar YLKI dan LAPK Medan, Selasa (28/7/2020).
Video Conference yang digelar YLKI dan LAPK Medan, Selasa (28/7/2020).

MEDAN, kaldera.id – Penerapan Bahan Bakar Minyak (BBM) ramah lingkungan menjadi salah satu cara untuk menekan polusi kendaraan di kota Medan. Hal ini dianggap perlu karena Medan menjadi salah satu kota dengan jumlah penduduk yang padat, dan kemacetan lalu lintas yang klimaksnya adalah polusi udara.

Maka itu tak heran jika Kota Medan menduduki peringkat ketiga kota aglomerasi di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya. Hal ini terbukti dari jumlah penduduk 2,2 juta ternyata jumlah kendaraan bermotor di Kota Medan jauh lebih tinggi yakni mencapai 2,7 juta unit kendaraan.

Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi menyebut bahwa salah satu cara mengatasi polusi tersebut adalah dengan mengganti BBM seperti premium, bahkan pertalite dan solar dengan jenis BBM yang lebih ramah lingkungan, seperti pertamax, dexlite, dan pertamina dex.

Selain itu, dikatakan Tulus, hal yang sangat mendesak untuk menekan kemacetan dan polusi di Kota Medan adalah, membangun akses angkutan umum masal, baik yang berbasis rel seperti MRT, LRT, monorel dan atau angkutan umum masal berbasis jalan raya, yakni BRT (Bus Rapid Transit).

“Membatasi penggunaan kendaraan bermotor pribadi secara permanen, seperti ERP (Electronic Road Pricing), tarif parkir progresif, dan juga sistem hanjil genap juga bisa menekan itu,” jelas Tulus dalam video conference yang digelar YLKI dan LAPK Medan, Selasa (28/7/2020).

Lebih lanjut dikatakannya, jika Pemko Medan dan Pemprov Sumut tidak melakukan intervensi serius untuk membangun angkutan masal, pembatasan ranmor pribadi plus mengganti BBM yang ramah lingkungan maka Kota Medan akan semakin terperangkap kemacetan dan polusi.

BBM Ramah Lingkungan Jadi Solusi Atasi Polusi

“Dan klimaksnya kerugian sosial ekonomi dari kemacetan dan polusi sangatlah besar. Salah satunya tingginya prevalensi penyakit tidak menular,” sambungnya.

Menurutnya, mendapatkan lingkungan dan udara yang bersih dan sehat adalah hak asasi warga Kota Medan dan sekitarnya. Hal ini pun dikatakannya, merupakan keadilan ekologis bagi setiap warga Kota Medan.

Sekretaris Lembaga Advokasi Perlindungan Konsumen (LAPK) Medan, Padian Adi Siregar, menambahakan, aspek harga juga harus dipertimbangkan. Pemerintah atau Kementerian ESDM dan management PT Pertamina (Persero) agar mendorong terwujudnya formulasi harga pokok BMM yang lebih transparan dan akuntabel, sehingga BBM ramah lingkungan tetap terjangkau harganya.

“Harga yang dibayar konsumen harus mencerminkan kualitas BBM. Jangan sampai ada image bahwa BBM ramah lingkungan adalah BBM yang harganya mahal,” ujar Padian.

Yang terakhir, menurutnya, sangat diperlukan adanya edukasi pada konsumen terkait product knowledge sehingga konsumen mengerti plus minus menggunakan jenis BBM tertentu.

“Sungguh ironis jika konsumen ingin menghemat BBM dengan harga murah, dengan membeli premium, padahal konsumen dalam posisi merugi, karena keandalan premium terhadap mesin sangat buruk, dan juga lebih boros, daripada konsumen menggunakan BBM dengan RON yang lebih tinggi,” pungkasnya. (finta rahyuni)