Kesombongan Akademik

Armin Nasution
Armin Nasution

Oleh Armin Nasution

PEKAN lalu Bank Indonesia (BI) dan anggota Komisi XI DPR RI menggelar focus group discussion (FGD) dengan tema mengendalikan inflasi dari jalur distribusi dan konsumsi melalui TPID. Tentu acara ini menyahuti kondisi inflasi Sumut yang angkanya di atas nasional.

Bahkan beberapa kali Gubsu Edy Rahmayadi berbicara di depan publik bahwa kondisi sekarang sangat meresahkannya. Perlu ada tindakan cepat dan sistem yang lebih baik untuk menyelesaikan persoalan. Di forum itu hadir Anggota Komisi XI DPR RI Ustad Hidayatullah yang membidangi Keuangan Perbankan, Yura A Djalins mewakili BI Sumut, lalu ada Kabiro Perekonomian Pemprovsu Naslindo Sirait, serta Kabag Perekonomian Pemko Medan Regen, Sekretaris Dinas Perindustrian dan Perdagangan Pemkab Deliserdang.

Kemudian juga diikuti anggota DPRD Sumut, organisasi pengusaha dan para akademisi dari berbagai kampus. Di diskusi muncul berbagai argumen terkait kenaikan inflasi di Sumut yang pada saat ini menyentuh angka 5,88 persen. Jauh di atas target nasional yang plus minus 3 persen seperti disampaikan anggota Komisi XI DPR RI Ustad Hidayatullah.

Acara sebenarnya tidak ada kendala. Hanya saja saya meyoroti sedikit tentang undangan yang hadir. Pun di sisi ini hampir semua konform seperti organisasi pengusaha. Termasuk semua utusan perguruan tinggi negeri dan swasta yang diundang. Hanya satu yang tidak hadir yaitu dari UMSU (Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara).

Sejujurnya undangan pun sudah saya kirimkan ke dekan-nya melalui dekan Fisip. Bahkan sehari sebelumnya pun saya sudah menghubungi Dekan FE UMSU ini lewat chat WA. Alhamdulillah cuma dibaca tapi tak dibalas sama sekali. Walhasil memang sama sekali tak ada utusan atau perwakilan dari salah satu kampus ternama ini.

Usai acara saya chat lagi dekan-nya. Memohon izin dan mengenalkan diri lagi agar kalau pun sudah jadi dekan jangan sombong. Karena sejujurnya acara tersebut pun sejalan dengan tri dharma perguruan tinggi yang mengedepankan pengajaran, penelitian dan pengabdian masyarakat. Bahkan setidaknya itu juga menjadi salah satu jalan bagi kampus membangun network dengan pihak luar.

Bukankah kampus harus membuka diri sebanyak-banyaknya ke stake holder lain? Tapi begitulah mungkin Dekan FE UMSU ini terlalu sibuk dan banyak kegiatan sehingga merespon atau mengirim utusan pun tidak mau. Karena dari semua peserta yang hadir saya yang coba menghubungi utusan dari kampus-kampus.

Kampus lain yang saya hubungi bahkan rektor-nya pun mau membalas chat. Dekan beberapa perguruan tinggi negeri pun merespon. Bahkan ada satu keluarga pemilik perguruan tinggi swasta pun mau membalas. Makanya saya begitu heran kalau ada selevel dekan untuk merespon saja pun tak mau. Kalau pun misalnya tidak bisa hadir cukup menyampaikan tidak bisa datang.

Jangan sampai kita menularkan bobot-bobot kesombongan akademik ini. Zaman sudah berubah, komunikasi sudah terbuka lebar. Berbeda dulu saat kita kuliah di periode 1990, dosen yang masuk memberi mata kuliah banyak yang kita anggap killer tak peduli sampai tak merespon.

Situasi berubah, zaman pun berganti. Komunikasi sudah tanpa batas. Di perguruan tinggi kita mengajarkan nilai-nilai moral dan karakter. Kita mengajarkan mahasiswa agar disiplin, bertanggungjawab, komunikatif, mampu bekerjasama dalam tim, santun, dan responsif. Tapi kita sendiri yang memungkirinya. Dosen lambat merespon mahasiswa, melanggar kaidah-kaidah karakter yang kita ajarkan. Sementara kita berharap lulusan yang dihasilkan seperti yang diajarkan. Padahal mereka sering meniru yang kita lakukan, bukan dari yang kita ajarkan.

Perkembangan zaman yang berubah cepat diluar sementara kurikulum di kampus yang masih berbasis teori membuat kesenjangan antara lulusan yang dihasilkan sering tak tertampung di luar. Maka wajar sebenarnya kampus harus semakin banyak membuka diri dengan stake holder, bekerjasama dan berkomunikasi dengan pihak manapun. Karena kemampuan akademik itu akan lebih terasah saat berada di luar kampus.

Dengan banyak membuka network, jejaring dan komunikasi akan membantu penyesuaian apa yang dibutuhkan dunia kerja dengan kurikulum kampus. Saya lihat sebagian kampus memang cukup aktif menjaring kerjasama ke berbagai pihak. Tapi di sisi lain masih ada yang merasa jago kandang. Dihormati di kampus tapi di luar tak punya kompetensi apapun. Jadi mari sama-sama kita kikis kesombongan akademik itu.