Pemprov Sumut Tegas Tuntaskan Konflik Agraria, Dorong Penyelesaian Berkeadilan

redaksi
18 Okt 2025 12:24
Medan News 0 6
2 menit membaca

 

MEDAN, kaldera.id – Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumatera Utara (Sumut) terus memperkuat langkah konkret dalam menuntaskan persoalan pertanahan yang masih menjadi salah satu isu serius di berbagai kabupaten/kota. Melalui pendekatan kolaboratif dan terukur, Pemprov Sumut berkomitmen menghadirkan penyelesaian yang damai, adil, dan berkelanjutan.

Asisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat Setdaprov Sumut, Basarin Yunus Tanjung, menegaskan hal tersebut dalam temu pers yang digelar Dinas Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Sumut di Lobby Dekranasda, Kantor Gubernur Sumut, Jalan Diponegoro Nomor 30 Medan, Jumat (17/10/2025).

Menurut Basarin, Pemprov Sumut telah menjalankan sejumlah langkah strategis, antara lain pembentukan Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA), percepatan penyelesaian batas desa dan kelurahan, pembentukan Satgas Anti Mafia Tanah, serta Tim Inventarisasi Konflik Agraria.

> “Sumatera Utara termasuk provinsi dengan jumlah konflik agraria tertinggi di Indonesia. Berdasarkan data Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA), tercatat 133 kasus konflik yang mencakup sekitar 34 ribu hektare lahan dan berdampak pada lebih dari 11 ribu kepala keluarga,” jelasnya.

 

Basarin menjelaskan, sebagian besar konflik agraria di Sumut terjadi antara masyarakat dengan perusahaan pemegang hak konsesi seperti Hak Guna Usaha (HGU), Hak Guna Bangunan (HGB), dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL). Akar persoalan umumnya muncul akibat proses pelepasan lahan yang tidak transparan serta tumpang tindih kepemilikan tanah akibat perpindahan hak yang tidak jelas.

Ia juga menyinggung sejarah panjang konflik tanah di Sumut yang berakar sejak masa kolonial Belanda pada tahun 1870. Di wilayah pantai timur, lahan milik para sultan saat itu diberikan sebagai konsesi kepada perusahaan-perusahaan Belanda, sementara di kawasan pantai barat dan pegunungan Bukit Barisan, tanah dikelola sebagai hak ulayat masyarakat adat untuk kebutuhan pertanian.

Sebagai contoh penyelesaian yang berhasil, Basarin menyoroti kasus di Desa Mbal-Mbal Petarum, Kecamatan Lau Baleng, Kabupaten Karo. Di wilayah tersebut, masyarakat yang sebelumnya mengelola lahan penggembalaan berhasil mengalihfungsikan lahan menjadi area pertanian seluas 682 hektare.

> “Penyelesaian dilakukan melalui penetapan Perda Kabupaten Karo serta diterbitkannya Keputusan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) yang memberikan hak pengelolaan hutan kemasyarakatan seluas 182 hektare kepada 39 kepala keluarga,” terang Basarin.

 

Ia menegaskan, Pemprov Sumut berkomitmen mendorong penyelesaian setiap konflik agraria melalui jalur dialog dan musyawarah.

> “Harapan kami, seluruh persoalan pertanahan di Sumut dapat diselesaikan dengan damai, berkeadilan, dan tanpa intimidasi dari pihak mana pun,” tegasnya. (Reza)