BUKU - Sejumlah penerima buku berfoto bersama Prof Syahrin Harahap usai peluncuran buku
BUKU - Sejumlah penerima buku berfoto bersama Prof Syahrin Harahap usai peluncuran buku "Prof Syahrin Mujaddin Asia Tenggara, Perjalanan Intelektual dan Dedikasi Akademik', Jumat (16/18/2024).(HO/kaldera)

MEDAN, kaldera.id – Ratusan orang menjadi saksi peluncuran perjalanan intelektual dan dedikasi Prof Dr Syahrin Harahap, MA, yang dihimpun dalam sebuah buku berjudul “Prof Syahrin Mujaddid Islam Asia Tenggara, Biografi Intelektual dan Dedikasi Akademisi”, Jumat (16/8/2024).

Acara yang berlangsung di Aula Fakultas Ushuluddin dan Studi Islam (FUSI) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) Medan ini, bertepatan dengan hari ulang tahun ke-63 Prof Syahrin, dan dihadiri oleh para akademisi, mahasiswa, serta masyarakat umum yang tertarik dengan pemikiran dan pembaharuan dalam Islam di Asia Tenggara.

Acara ini turut dihadiri oleh sejumlah akademisi dan tokoh antara lain: Prof. Dr. Haidar Putra Daulay M.A, Prof. Dr. Sukiman, M.Si, Prof. Dr. Ziaul Haq, M. Th, Prof. Dr. Ahmad Zuhri, M.A, Dr. H Burhanuddin Harahap, M.Pd, Dr. Muhammad Rifai, M.Pd, Dr. Yafiz M.A, Drs, Shohibul Ansor Siregar, M.A, H Sofyan Harahap, perwakilan Pemred Harian Waspada hingga Budayawan Shafwan Hadi Umri.

Dekan FUSI UINSU Medan, Dr. Maraimbang Daulay, MA, dalam sambutannya menyampaikan bahwa buku ini merupakan sebuah refleksi mendalam tentang peran penting Prof Syahrin, Guru Besar FUSI UINSU Medan sebagai tokoh Islam dan tokoh pendidikan Sumatera Utara dalam membangun peradaban di Asia Tenggara.

“Kegiatan ini penting bagi FUSI UINSU Medan. Karya ini menjadi inspirasi bagi semua, khususnya bagi para akademisi dan mahasiswa, untuk terus belajar dan berkontribusi dalam memajukan ilmu pengetahuan dan Islam,” katanya.

Janji di Usia 63 Tahun

Prof Syahrin mengapresiasi kegiatan yang diinisiasi oleh sejumlah sahabat dan disambut baik oleh Dekan FUSI UINSU Medan serta civitas akademik FUSI UINSU Medan. Ia pun menyebut, usia 63 tahun memang pernah dituliskannya sebagai doa dalam buku karyanya berjudul “Kitab Kehidupan” terbitan 2021.

Prof Syahrin Harahap
Prof Syahrin Harahap

“Dibuku itu saya berjanji kepada Tuhan, Wahai Allah anugerahkan aku umur seperti umur Rasulullah SAW, 63 tahun, setelah itu terserah Engkau Wahai Tuhan. Dan ini memang lahir bathin ya, setelah hari ini saya siap untuk ‘dipanggil’. Karena memang itu janji saya sama Allah SWT,” ujarnya.

Prof Syahrin menyampaikan pengantarnya dalam peluncuran buku
sekaligus peringatan hari lahirnya itu. Dia memberinya judul “Syukur untuk Takdirku”. Dia mengutip nasehat Sutan Takdir Alisjahbana, yang berpesan padanya untuk selalu berbuat yang terbaik ketika diberi kesempatan. “Saya berterimakasih atas kegiatan ini,” beber Rektor UINSU Medan 2020-2022 ini.

Prof Syahrin juga menyampaikan harapan agar buku ini dapat menginspirasi generasi muda untuk meneladani semangat juang dan dedikasi dalam membangun bangsa dan memajukan peradaban. Dia juga menekankan pentingnya peran akademisi dalam menyebarkan pengetahuan dan nilai-nilai Islam kepada masyarakat, serta bagaimana akademisi dapat menjadi agen perubahan yang positif dalam masyarakat.

Ketua Panitia yang juga Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial UINSU, M. Yose Rizal Saragih, M.I.Kom, menyampaikan apresiasi atas dedikasi Prof. Dr. Syahrin Harahap dalam memajukan studi Islam di Indonesia, khususnya di Sumatera Utara. Dia menekankan bahwa buku ini merupakan bukti nyata kontribusi Prof. Syahrin dalam peradaban Islam di Indonesia.

“Kita berharap dengan adanya Prof Syahrin sebagai Mujaddid Asia Tenggara, sebagai pintu kita bicara tentang perdamaian dunia dan kebaikan-kebaikan untuk umat Islam. Inilah salah satu latar belakang dari terselenggaranya kegiatan ini,” tukasnya.

Refleksi dari Sahabat

Dalam kesempatan itu, sejumlah akademisi memberikan refleksinya terhadap pemikiran dan dedikasi akademik Prof Syahrin. Prof Ahmad Zuhri, menyebut Prof Syahrin meyakini bahwa Pendidikan dan ilmu pengetahuan merupakan pijakan (munthalaq) bangunan sebuah peradaban.

Falsafah rational-theocentric yang menekankan agar umat Islam lebih obyektif memandang Barat dengan mengadopsi peradaban umat manusia (hadharah, civilization) yang universal.

“Hampir semua karyanya memiliki benang hijau yang merupakan akar Tunggal dari gagasan, ide dan harapannya tentang Islam dan umatnya yakni Islam Dinamis dengan menjadikan pemikiran dan rasionalitas sebagai basis pemahaman dan aktualisasi Islam dalam kehidupan,” ujar Prof Zuhri yang juga dituliskan dalam buku tersebut.

Sementara, Dr Uqbatul Khoir Rambe, MA, merefleksikan Prof Syahrin sebagai akademisi yang tekun sekaligus leader yang menggabungkan keilmuan, kepemimpinan dan manajerial. “Potensi kepemimpinannya kombinasi kepemimpinan adat dan modern,” tulis Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan FUSI UINSU Medan ini.

Di kalangan akademik, Prof Syahrin termasuk intelektual muslim yang popular di Asia Tenggara. Pada saat yang sama, ia juga dikenal sebagai ulama yang logis, mampu merasionalisasikan ajaran agama dan mengkontekstualisasinya dalam kehidupan sosial. “Ia menjadi sosok yang integratif, egaliter, strategis dan detail serta pekerja keras,” bebernya.

Sedangkan Sohibul Ansor Siregar, M.Si, Sosiolog Sumatera Utara yang hadir di tempat itu berharap, orang-orang seperti Prof Syahrin yang jumlahnya tidak banyak di Indonesia, dapat terus berijtihad membangun Indonesia baru.

“Indonesia yang tidak sekadar layak dihargai dunia, tapi juga menyumbang besar terhadap peradaban global,” tulisnya dalam buku tersebut.

Usai kegiatan, Marzuki Manurung, seorang dosen muda FUSI UINSU Medan, menyampaikan kekagumannya terhadap buku ini. “Yang menarik saya untuk mengikuti kegiatan ini adalah untuk mendapatkan semangat baru [recharging] dalam bidang pemikiran Islam sebagaimana yang digeluti oleh Prof. Syahrin, dari berbagai karya beliau bahkan beliau dikenal sebagai pembicara yang inspiratif yang mana ketika mendengar beliau menyampaikan hal-hal baru dalam konteks pemikiran,” ujar Marzuki.

Marzuki juga menambahkan, kegiatan ini salah satu upaya mengembalikan posisi akademisi untuk selalu pada koridor akademis dan tidak terlalu menonjolkan aspek politis, yang mana hal itu kini yang menjadi persoalan bangsa termasuk dalam dunia akademis.(reza sahab/red)