Haru dan Inspirasi dari Penjual Pulpen Asongan, Cerita dalam Yudisium ke 10 FIS UINSU

Dekan FIS UINSU Prof Dr Abdurrahman (kiri) berfoto bersama Anggraini Pitaloka (tengah) dan Ibunya Hartati seorang penjual pulpen asongan. Perjuangan Hartati diharapkan menjadi inspirasi banyak orang.(kaldera/HO)
Dekan FIS UINSU Prof Dr Abdurrahman (kiri) berfoto bersama Anggraini Pitaloka (tengah) dan Ibunya Hartati seorang penjual pulpen asongan. Perjuangan Hartati diharapkan menjadi inspirasi banyak orang.(kaldera/HO)

MEDAN, kaldera.id – Suasana Yudisium ke 10 Fakultas Ilmu Sosial (FIS) Universitas Islam Negeri Sumatera Utara (UINSU) yang berlangsung Senin, 12 Juni 2023, bertambah haru setelah perwakilan orang tua mahasiswa atas nama Hartati, ibu dari Anggraini Pitaloka (3,88), yudisium terbaik Prodi Ilmu Perpustakaan, turun dari podium.

Dekan FIS UINSU Prof. Dr. Abdurrahman, M.Pd yang akan menutup pelaksanaan yudisium, tiba-tiba mengeluarkan suara setengah bergetar. “Saya mengapresiasi setinggi-tingginya untuk Ibu (Hartati) yang tadi memberikan sambutan mewakili orang tua mahasiswa,” kata Prof Rahman.

Ia mencoba melanjutkan kalimat, tapi air matanya tidak pula terbendung lagi. Sambil terisak, Prof Rahman meneruskan ucapannya. “Mohon maaf kalau saya terkesan melankolis. Saya mengenali ibu tadi. Ibu adalah orang yang menjajakan pulpen dari pintu ke pintu. Berdagang asongan untuk anaknya.”

Hari ini perjuangan ibu mencapai satu titik keberhasilannya. Anak ibu lulus sebagai yudisium terbaik FIS dari Prodi Ilmu Perpustakaan,” kata Prof Rahman.

Peristiwa ini tak ayal mengundang air mata dari sejumlah orang yang hadir di acara yudisium yang digelar di Miyana Hotel Hall tersebut. Salah satunya adalah Ketua Prodi Ilmu Perpustakaan Dr. Abdul Karim Batubara. Bercucuran air matanya melihat keberhasilan Anggaraini Pitaloka jelas mahasiswa yang punya kesan tersendiri untuk Dr Abdul Karim.

“Kami apresiasi setinggi-tingginya untuk semua orang tua yang berjuang keras untuk anak-anaknya yang menjadi alumni FIS hari ini. Kami harap perjuangan Ibu Hartati juga dapat menginspirasi kita semua,” ucap Dekan.

Hartati, dipilih untuk menyampaikan sambutan mewakili orang tua mahasiswa sebab anaknya akan menjadi wisudawan terbaik dari FIS periode Juni 2023. Sosok Hartati, bisa jadi banyak orang yang mengenalnya.

Hartati adalah pedagang pulpen asongan yang berjualan di sejumlah kampus, kantor pemerintahan, rumah sakit, dan ruang publik lainnya di Kota Medan. Wajahnya pasti akrab di mata banyak orang. “Alhamdulillah, anak saya lulus,” kata Hartati polos.

Hartati mengatakan, Pitaloka adalah anak tunggalnya. Dia mengaku membiayai hidup keseharian dengan menjadi penjual pulpen asongan sejak 22 tahun lalu. Artinya, ia berjualan sejak Pitaloka anaknya itu lahir ke dunia.

“Sampai sekarang masih jualan Pak. Ya ke mana-mana. Ke kampus UINSU yang di Jalan Pancing, ke USU, , ke kantor DPRD, kantor walikota atau kantor gubernur. Semua saya datangi Pak. Tapi hari ini libur dulu,” ujarnya sembari tersenyum.

FIS Yudisium 227 Mahasiswa

Sebelumnya, Ketua Panitia Yudisium ke 10 FIS UINSU, Dr. Abdul Rasyid, MA, mengatakan, pada yudisium kali ini, FIS UINSU meluluskan 227 mahasiswa yang berasal dari empat program studi yakni Prodi Ilmu Komunikasi, Prodi Ilmu Perpustakaan, Prodi Sosiologi Agama dan Prodi Sejarah Peradaban Islam. Turut hadir dalam yudisium itu jajaran wakil dekan Dr. Sori Monang, M.Ag, Dr. Irwansyah, M.Ag dan Tuan M Yoserizal Saragih, M.I.Kom. Hadir juga ketua dan sekretaris program studi.

“Tema tahun ini adalah Menjadikan Alumni yang Berperadaban dalam Menghadapi Tantangan dan Peluang di Era Society 5.0. Kami mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu dalam suksesnya kegiatan ini,” ungkap Rasyid.

Dalam yudisium kali ini, Orasi Ilmiah disampaikan oleh Dr. Fakhrur Rozi, M.I.Kom, dosen Prodi Ilmu Komunikasi FIS UINSU. Dalam orasi berjudul, “Budaya Siber Islam: Tantangan dan Peluangan Komunikasi Digital Masyarakat Muslim di Era Society 5.0”, Dr. Rozi memaparkan tentang transformasi komunikasi di era digital yang saat ini mengambil lebih banyak tempat untuk membentuk budaya Keislaman masyarakat muslim kontemporer dari konten Islami yang beredar di media sosial.

“Untuk mereduksi manipulasi budaya Keislaman dari efek penggunaan media sosial, perlu ditanamkan Model Tabayyun Digital dalam diri setiap muslim. Hal ini sebagai upaya untuk memastikan motif dan harapan untuk kepuasan penggunaan konten Islami bukan hasil manipulasi algoritma media sosial, Kemudian juga sebagai ikhtiar agar setiap muslim dapat mendapatkan hal baik dan positif dalam proses komunikasi digital di era Society 5.0 saat ini,” bebernya.(reza shahab/red)