Sensasi Early Morning Service di Kantor Imigrasi Gatsu

Suasana ruang tunggu pengurusan paspor di Kanim Kelas I Khusus TPI Medan.
Suasana ruang tunggu pengurusan paspor di Kanim Kelas I Khusus TPI Medan.

MEDAN, kaldera.id – BAGI Anda yang pernah mengurus paspor di Kantor Imigrasi, pasti punya cerita pengalaman masing-masing. Saya kebagian pengalaman urusan paspor yang mudah, cepat, dan banyak tersenyum. Dengan mengurus sendiri lewat jalur early morning service yang ada di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan, Jalan Jenderal Gatot Subroto, Medan, Senin (9/12/2019).

Apa itu early morning service? Saya saja baru dengar. Maklum, mengurus paspor 5 tahun sekali, itu pun jika ada rencana menggunakannya. Early morning service merupakan layanan pengurusan paspor di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan yang dimulai sejak pukul 6.30 WIB. Layanan ini hanya ada pada Senin – Selasa setiap minggunya. Informasi ini saya peroleh dari Bang Fadlun, teman kuliah semasa di Magister Ilmu Komunikasi FISIP USU, yang bertugas di sana. Berbekal informasi itu, saya pun berangkat dari rumah sekitar pukul 6.00 WIB. Ada sedikit pengorbanan memang. Saya harus pergi lebih cepat dari rumah. Anak yang biasanya menjadi tugas wajib mengantarnya ke sekolah, terpaksa diantar isteri hari itu. Tak apalah untuk pengalaman baru, pikir saya.

Dengan kecepatan seperlunya, saya memacu sepeda motor menuju Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan. Jika menggunakan aplikasi google maps, jarak dari rumah sekitar 15 km. Menggunakan sepeda motor jarak itu, kata google maps dapat ditempuh dalam waktu 37 menit. Singkat cerita, saya sampai di kantor Bang Fadlun itu pukul 6.42 WIB. Memasuki kantor, saya langsung diarahkan petugas di gerbang untuk menuju sisi kanan kantor yang menjadi jalur pengurusan paspor. Bagi saya yang sesekali datang ke kantor imigrasi, situasi di sana cukup menyenangkan. Begitu sampai di jalur pengurusan paspor saya langsung di arahkan petugas ke meja antrean. Menuju tempat antre, ada tiolet umum yang saya lihat mirip toilet hotel bintang 5. Sepertinya tolet itu dibalut granit.

Sampai di lokasi antrean, ada lima orang di depan saya. Petugas yang namanya saya lihat bertuliskan Syamsul Bahri, cekatan mengecek berkas persyaratan pengurusan paspor dari pemohon. “Ini badge-nya, dipasangkan di leher. Langsung masuk saja ya Bu,” kata Si Petugas. Tiba giliran saya, berkas pun lengkap karena sudah baca dari internet. Dokumen Kartu Keluarga, KTP, paspor lama, pun sudah saya siapkan. Selanjutnya saya menuju loket pengambilan formulir isian dan nomor antrean. Saya kebagian antrean A-0015. Formulir isian pun tidak sulit untuk diisi. Si Petugas sudah memberikan tanda kolom mana saja yang sudah di isi. Dia menandainya dengan tinta hijau. “Tolong diisi kolom yang sudah ditandai ya Pak. Silakan,” ucapnya.

Waktu terlihat pukul 7.04 WIB. Saya pun mulai menunggu dipanggil. Sambil menunggu, saya menikmati tayangan GagS: Just For Laughs, reality show komedi asal Kanada. Jadilah aktivitas menunggu saya diisi dengan tawa dan senyum sendiri. Bagian ini juga menarik bagi saya. Sebab biasanya, saat antre pelayanan publik, kita hanya disuguhi televisi berisi angka nomor antrean atau video profil instansi itu. Sekelebat kemudian, nomor antrean saya disebut mesin pemanggil. Saya perhatikan jam berada di pukul 7.18 WIB. Saya kebagian konter 1. Dari bangku antrean yang maish sepi, saya melihat dua petugas laki-laki di konter itu. Padahal ada banyak konter lain yang petugasnya perempuan. Betul kata orang, I don’t like Monday, tapi sudahlah, pikir saya lagi.

Sampai di konter 1, saya diterima petugas bernama Tony. Saya lihat nama itu ada di mejanya. Dengan dialeknya yang khas, dia langsung menanyakan berkas saya. Setelahnya, dia menawarkan, paspor biasa atau paspor elektrik. “Ini paspor biasa saja Pak? Ada rencana mau ke Jepang dalam waktu dekat? Kalau ada, paspor elektrik ada bebas visanya.” kata Tony. Macam mengejek kawan ini saya pikir. Tapi mungkin dia melihat tampang sudah cocok main atau kuliah ke Jepang. Tapi karena memang tidak punya rencana ke Jepang, saya jawab paspor biasa saja. “Yang biasa biayanya Rp350.000 ya Pak. Nanti ditransfer langsung. Bisa lewat konter PT Pos di halaman depan (kantor),” katanya.

Setelah ditanya soal keperluan pembuatan paspor, Tony meminta saya untuk mundur sedikit di bawah lampu, agar lebih terang karena akan difoto. Saya pun memundurkan kursi sedikit. Saat proses itu, saya kembali tersenyum mendengar cerita dua petugas. Mereka membahas soal sarapan. Dialog mereka terdengar lucu. Akibatnya, karena senyum terlalu lebar saya harus difoto ulang. “Kalau bisa jangan nampak gigi Pak. Senyum boleh, jangan nampak gigi,” kata Tony. Iya pula, pikir saya, sambil mengubah ukuran senyum. Setelah berfoto, saya diberikan cetakan Bukti Pengantar Pembayaran. Tertulis Rp350.000 untuk jenis permohonan penggantian paspor, dan paspor biasa. Di kertas itu juga tertulis, pengambilan paspor 3 hari kerja setelah melakukan pembayaran. “Nanti saat pengambilan paspor, bukti pembayaran ini harap dibawa ya Pak. Terimakasih,” kata Tony lagi. Dan benar saja, hari ini, saat tulisan ini anda baca, paspor baru sudah di tangan saya.

Selanjutnya, saya pun keluar untuk melakukan pembayaran di konter PT Pos Indonesia yang ada di halaman depan Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan. Usai membayar ke negara, saya bertemu beberapa orang yang sepertinya pejabat di Imigrasi. Ada pangkat bunga-bunga di pundaknya. Saya pun disapa salah satunya, namanya Abdi Widodo Subagio. Rupanya bapak ini Kepala Bidang Intelijen dan Penindakan Keimigrasian, Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan. Ada juga Kabid Teknologi Informasi dan Komunikasi Keimigrasian Moch Akbar Adhinugroho, dan Kabid Kabid Dokumen Perjalanan dan Izin Tinggal Keimigrasian, Tedy Riyandi.

Mereka dan jajaran Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan, termasuk Bang Fadlun, baru saja mengikuti apel pagi. Hari itu, yang menjadi pembina apel adalah Kadiv Imigrasi Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Sumut, Silvester Sili Laba. Saat itu, saya sempat dikenalkan pada Pak Sili Laba. Saya langsung mengapresiasi pelayanan yang saya dapat pagi itu padanya. “Kalau mau ditulis ya silakan. Sudah dirasakan langsung ya,” katanya. Setelah bersalaman, saya pun langsung pamit meninggalkan mereka.

Saat akan menulis ini, saya pun menyempatkan membuka situs www.medan.imigrasi.go.id. Di situs ini, ada artikel tentang apel pagi yang dihadiri Silvester Sili Laba tersebut. Ternyata pada apel pagi itu, dia sengaja datang untuk mengapresiasi. Dia memberikan ucapan selamat dan terima kasih serta mengutarakan rasa bangganya kepada seluruh jajaran di Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Medan, dengan predikat WBBM (Wilayah Birokrasi Bersih Melayani) yang diraih. Dia juga menyampaikan harapan kepada para pegawai untuk bisa mempertahankan predikat WBBM tersebut. “Karena bukan hal yang mudah untuk menyandang predikat tersebut, harus ada rasa memiliki bukan hanya rasa takut akan perintah. Ketika sudah memperoleh predikat WBBM maka Kanimsus Medan menjadi role model nasional. Oleh karena itu, kinerja dan semangat memberikan pelayanan sangat baik kepada masyarakat jangan sampai menurun,” tulis artikel itu. Dengan pengalaman saya ini, saya kira, memang tak salah Predikat WBBM ini diberikan.

Imigrasi punya stigma buruk kan? Dengan pengalaman saya di atas, stigma itu sepertinya berubah di kepala saya. Lewat tulisan ini, saya juga harus menyebut nama Bang Ronny Sompie, Dirjen Imigrasi. Sosok yang saya kenal saat menjadi Direktur Reserse Kriminal Polda Sumut 2006 – 2008, ketika saya bertugas sebagai wartawan unit Polda Sumut. Selain perwira yang cerdas dalam penyidikan (karena mampu menjerat Adelin Lis dengan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam kasus perambahan hutan), Bang Sompie ini saya kenal sebagai pekerja keras, ramah, jarang bicara yang tidak perlu, dan tegas. Mungkin ini pula yang menjadi penyebab dia ditarik dan pindah dari pejabat Polri menjadi pejabat sipil sebagai Dirjen Imigrasi. Mengubah stigma imigrasi.

Dari penelusuran di internet, baru-baru ini, Bang Sompie sebagai Dirjen Imigrasi meraih penghargaan dari Presiden RI. Dia dinilai berhasil menginisiasi dan membangun pelayanan Keimigrasian melalui pembangunan 20 unit layanan paspor, 9 unit kerja kantor imigrasi, dan 3 unit layanan keimigrasian lainnya (pelayanan paspor di mall dan pelayanan izin tinggal keimigrasian di universitas) sehingga meningkatkan kualitas dan keterjangkauan pelayanan Keimigrasian bagi WNI dan WNA menjadi lebih mudah, cepat, dan murah. Terlepas dari itu, hormat dan salut saya untuk petugas imigrasi yang santun dan santai melayani. Yang pasti bagi saya, early morning service pembuatan paspor, sensasinya, santuy. (*)