Firsal Mutyara: Solusi Inflasi Bisa Dengan Subsidi Transportasi

Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara
Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara

 

MEDAN, kaldera.id- Ketua Kadin Sumut Firsal Ferial Mutyara mengungkapkan kondisi inflasi yang terus terjadi terutama di hari besar keagamaan memang sulit dikendalikan. “Tapi jika Kadin Sumut diberi kesempatan untuk ikut, maka kita siap membantu. Tapi ada beberapa cara yang bisa dilakukan pemerintah,” katanya.

Firsal Ferial Mutyara, Ketua Kadin Sumut, berbicara kepada wartawan di Medan, akhir pekan lalu, saat diminta pendapatnya terkait penanganan inflasi yang terus terjadi. Bahkan Gubernur Sumut Edy Rahmayadi pun sempat meminta bantuan Kadin untuk turut mengatasinya.

“Ini tidak gampang. Tapi ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Salah satunya dengan subsidi di biaya transportasi,” kata Firsal Ferial Mutyara. “Contoh, jika kemarin kita bicara bawang putih, kekurangan di Sumut bisa didatangkan dari darah lain. Begitu juga cabai.”

Dia menjelaskan jika misalnya harga cabai merah di sini Rp30 ribu per kg. Lalu di Padang harganya Rp25 ribu per kg. Kemudian kita ingin datangkan dari Padang, tentu ada ongkos transportasi kalau dibeli dari sana. Misal ongkos per kg adalah Rp5 ribu. Maka yang Rp5 ribu ini disubsidi. Dibayari oleh pemerintah ongkos transportasinya. Sehingga sampai di Medan pun harganya tetap bisa dijual Rp25 ribu, kata dia.

Menurut Firsal Ferial Mutyara, bukan pengusaha dan penjualnya yang disubsidi. “Ongkos transportasi itu bukan biaya produksi langsung. Tapi merupakan biaya logistik. Jadi yang disubsidi bukan pada komoditasnya dan bukan pula kepada para pengusaha dan penjualnya,” kata dia.

Menurutnya, ongkos transportasi bukan komponen dalam produksi cabai dan itu yang harus disubsidi. “Saya kira ini salah satu langkah yag harus dijalankan. Semua pemain komoditas menjalankan hal tersebut sebenarnya. Lalu darimana biaya subsidi itu dihasilkan? Tentu dari industri pengkonsumsi cabai seperti hotel dan restoran yang kita kutip pajaknya.”

Ketika konsumsi tinggi secara otomatis menghasilkan pendapatan kepada pelaku usaha dan dari situlah kemudian ada pajak yang diperoleh, ujarnya “Kalau kita takut melakukan subsidi, akan sulit mendapatkan solusi inflasi. Akhirnya harga makanan akan terus naik dan tertekan.”

Karena dengan subsidi transportasi itu hasil yang diperoleh adalah harga komoditas di pasar tetap lebih murah, jelasnya. “Kalau kita disuruh bercocok tanam itu tak mungkin segera. Musti ada solusi cepat. Dan ini kita kasi masukan ke Pak Gubernur dan kepala dinasnya agar berfikir begitu,” kata Firsal.

Menurutnya, subsidi transportasi langkah paling ideal. “Coba kita lihat kalau subsidi dilakukan ke komoditas, misal subsidi pupuk. Pupuknya diselewengkan. Subsidi bibit, pun bibitnya diselewengkan juga. Semua subsidi yang melekat di komoditas selalu dipermainkan.”

Firsal menambahkan segala sesuatu yang disubsidi harus diawasi. “Harus memikirkan stok dan barang tidak mahal atau langka. Karena para pemain seperti spekulan pun tidak akan bermain di ranah bawah. Kalau mereka bermain di bawah akan bermasalah. Lihat misalnya ketika minyak goreng hilang dan harganya mahal. Ini diredam. Maka harga kemudian ditentukan sesuai HET. Itu wajib dijalankan dan ternyata bisa,” tuturnya.

Menurutnya, subsidi ini pun digunakan di banyak negara dengan tepat sasaran. “Coba di Singapura, sejak 25 tahun lalu inflasinya terkendali. 25 tahun lalu harga satu botol minuman kemasan satu dolar Singapura saja. Sampai sekarang pun tetap segitu. Mereka tetap jaga harga komoditas terutama pangan apalagi urusan perut. Sayur mahal disubsidi. Dari mana mereka dapat subsidi itu, ditarik dari pajak,” jelasnya.(arn)