Dua koki ternama asal Qatar, Hassan Abdullah Alibrahim dan Noof Al Marri, sulit malu-malu ketika menjelajah Pasar Petisah, Medan, Minggu (25/6).
Dua koki ternama asal Qatar, Hassan Abdullah Alibrahim dan Noof Al Marri, sulit malu-malu ketika menjelajah Pasar Petisah, Medan, Minggu (25/6).

 

MEDAN, kaldera.id – Dua koki ternama asal Qatar, Hassan Abdullah Alibrahim dan Noof Al Marri, sulit malu-malu ketika menjelajah Pasar Petisah, Medan, Minggu (25/6).

Dengan antusias, mereka mencium, menyentuh, bahkan merasakan langsung sayur-mayur, buah-buahan, dan rempah-rempah yang berada di sana.

Hassan terlihat mengunyah tauge, menggigit tomat, terung belanda juga mangga. Dia menawari Noof, yang tidak menolak untuk turut mencicipi terung belanda dan mangga sambil berkata, “It’s good (ini rasanya enak-red)”.

Bukan cuma mengecap dengan indra, kedua chef yang berkunjung dalam rangka culinary journey atau perjalanan kuliner Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture tersebut juga membeli beberapa bahan masakan sebut saja andaliman, gula merah, dan bumbu rempah siap olah.

Begitu selesai mengelilingi pasar tradisional itu, Hassan mengaku dirinya sangat girang karena sebagai juru masak, tempat seperti itulah yang memang ingin ditujunya.

Koki berjulukan “The Captain Chef” lantaran dia juga berprofesi sebagai pilot itu senang melihat beberapa rempah maupun bumbu masakan yang tidak ditemukannya di Qatar.

Meski demikian, Hassan merasa tidak kikuk ketika berada di Petisah. Keberadaan pasar tradisional yang hampir serupa seperti itu di Qatar menjadi alasannya.

“Di Qatar, kami juga mempunyai pasar yang mirip. Di sana disebut central market. Konsepnya sama, indoor dan menjual bumbu, sayuran, buah-buahan berikut rempah. Namun, ada yang dijual di sini tetapi tidak ada di sana,” tutur dia.

Pasar tradisional

Koordinator Program untuk Iftar dan Culinary Journey Qatar-Indonesia serta salah satu pendiri komunitas Aku Cinta Makanan Indonesia (ACMI) Santhi Serad menyebut, pihaknya sengaja memilih pasar tradisional sebagai tujuan perjalanan kuliner Qatar-Indonesia.

Apa yang dijual di pasar, menurut Shanti, merupakan cerminan keanekaragaman penganan di suatu daerah.

Semakin banyak variasi rempah, bumbu, dan bahan masakan lainnya di sebuah pasar, bisa dipastikan daerah tersebut mempunyai beraneka ragam makanan yang, tentunya, bersumber dari akulturasi di wilayah tersebut.

“Contohnya di Pasar Petisah ini. Kita bisa melihat bumbu-bumbu khas masakan Medan atau Sumatera Utara di sini. Ada andaliman dari Batak, tauco dari etnis Tionghoa, kemudian asam sunti yang khas untuk masakan Aceh, bumbu Minang dan lainnya,” tutur Santhi.

Di Indonesia, pasar memang bukanlah sekadar tempat jual beli, bertemunya pembeli dan pedagang. Lebih dari itu, pasar menjadi penanda zaman perkembangan masyarakat, terutama dalam hal budaya.

Dalam pengantarnya dalam buku “Menguak Pasar Tradisional Indonesia” (2013), Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan ketika itu, Prof Kacung Marijan, menyebut bahwa pasar tradisional merupakan bentuk “realitas sosial yang menggambarkan identitas suku-suku bangsa”.

Pasar tradisional, Kacung menggarisbawahi, penting dalam proses perkembangan kebudayaan bangsa karena aktivitas di dalamnya mencakup semua aspek kebudayaan meliputi bahasa, religi, ekonomi, sosial, politik, ilmu pengetahuan dan teknologi serta kesenian.

Secara prinsip, pasar tradisional di Indonesia tidak jauh berbeda dengan pasar yang ada di kawasan Asia Barat atau sering disebut Timur Tengah, termasuk di Qatar.

Di sana, pasar juga menjadi sentra interaksi sosial masyarakat antaretnis yang menjadi saksi berkembangnya budaya.

Saking pentingnya pasar di negara-negara Timur Tengah, pembangunan fisik kota-kota yang ada di sana, meliputi pula Doha sebagai ibu kota Qatar, disesuaikan dengan pasar.

Menurut tesis Heba Osama Tannous untuk Qatar University berjudul “Traditional Marketplaces in Context: A Comparative Study of Souq Waqif in Doha, Qatar and Souq Mutrah in Muscat, Oman” (2020), Doha didirikan di sepanjang pasar tertua di Qatar, Souq Waqif yang berusia lebih dari 200 tahun.

Souq Waqif berlokasi di dasar sungai kering yang disebut “Wadi Musheireb”. Pasar itu masih berdiri sampai saat ini dan berstatus sebagai destinasi wisata di Qatar.

Seperti halnya di Indonesia, pasar tradisional di Qatar juga menjual beragam dagangan, mulai dari rempah-rempah, beras, bahan makanan, kudapan tradisional, suvenir, perkakas hingga buah-buah kering.

Souq Waqif terus berkembang dan pada abad ke-21, tempat tersebut diperbesar menjadi tiga zona perdagangan utama.

Dalam “Rehabilitation as a Catalyst of Sustaining a Living Heritage: The Case of Souk Waqif in Doha, Qatar” (2014), Djamel Boussaa dari Departemen Arsitektur dan Perencanaan Kota Qatar Unversity menyebut tiga zona itu yakni area grosir dan retail untuk penjualan makanan, lalu toko-toko kecil yang menjual kriya serta, terakhir, pasar bebas di luar ruangan.

Seiramanya denyut budaya di pasar tradisional Qatar dan Indonesia tentu saja dapat diubah menjadi energi untuk semakin mempererat keakraban kedua negara yang telah membuka hubungan diplomatik sejak tahun 1976.

Oleh sebab itu, tepat rasanya menyertakan pasar tradisional sebagai bagian dari perjalanan kuliner Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture. Melalui semangat yang timbul dari pasar tradisional, pertalian masyarakat Qatar dan Indonesia seharusnya semakin kuat.

Dan, bukan tidak mungkin Qatar dan Indonesia dapat memiliki hidangan khusus yang bahannya berasal dari rempah, bumbu, sayur dan buah-buahan yang berasal dari pasar tradisional di negara masing-masing.

Koki Indonesia Muhammad Arsyan Dwianto, peringkat ketiga ajang adu masak “MasterChef Indonesia” musim kesembilan (2022) yang turut menemani Hassan Abdullah Alibrahim dan Noof Al Marri di Pasar Petisah, yakin hal itu bisa terjadi.

“Ke depan, semoga Qatar dan Indonesia memiliki culinary relationship sehingga kedua negara memungkinkan untuk saling bertukar ilmu serta bahan-bahan masakan. Perpaduannya berpotensi membuat makanan Qatar dan Indonesia semakin menarik dan mendunia,” ujar Arsyan.

Pernyataan senada juga diutarakan Santhi Serad. Kuliner, bagi Santhi, dapat menjadi modal diplomasi Qatar dan Indonesia dalam upaya untuk terus menjaga hubungan baik.

Kolaborasi masakan dua negara tersebut diyakininya mampu menghasilkan sajian sedap yang kaya rasa, apalagi perjalanan kuliner Qatar-Indonesia 2023 Year of Culture dilakukan di tiga wilayah Indonesia yakni Papua pada 19-24 Juni 2023, Medan (24-26 Juni 2023) dan Bali (27 Juni-2 Juli 2023) yang memiliki ciri masakan yang berbeda-beda.

“Saya pikir bisa banget dikolaborasikan bumbu-bumbu di sini dengan yang dari Qatar. Kedua negara dapat memperkenalkan kebudayaan masing-masing melalui diplomasi kuliner,” tutur Santhi.(antara)