Gus Irawan Pasaribu
Gus Irawan Pasaribu

 

JAKARTA, kaldera.id- Badan Pusat Statistik (BPS) RI mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia di Triwulan I-2024 berada pada level 5,11 persen secara tahunan (yoy).

Menanggapi itu, Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu menyebut masih ada tantangan atas kondisi ekonomi Indonesia ke depan. Menurut Gus Irawan Pasaribu situasinya akan sangat tergantung dengan cara Pemerintah merespon situasi global saat ini, sehingga ekonomi domestik tetap bisa tumbuh dengan baik.

“Untuk kawasan ASEAN relatif lebih stabil dan terkendali, bahkan kawasan ASEAN bisa kita katakan sebagai kawasan paling prospektif dibanding kawasan lain di dunia. Saya memperkirakan beberapa negara ASEAN bisa mencapai pertumbuhan 5-6 persen. Jadi Indonesia menjadi bagian dari stabilitas dan promising pertumbuhan ekonomi ASEAN tahun 2024 ini, walaupun bukan yang tertinggi,” katanya di Jakarta, Sabtu (11/5/24).

Gus Irawan Pasaribu pun mengingatkan kondisi ekonomi dan keuangan global sangat memengaruhi ekonomi nasional. Dia pun lantas menyinggung terpaan yang dialami dunia internasional pasca Covid 19. “Pasca Covid-19, perekonomian global dihadapkan masalah situasi geopolitik yang eskalatif di banyak kawasan secara berbarengan, ditambah pelemahan ekonomi Cina serta kebijakan suku bunga tinggi dari The FED,” ungkapnya.

Menurut Gus Irawan Pasaribu, Indonesia sudah merasakan tiga hal yang menjadi mimpi buruk perekonomian secara bersamaan. Deretan horor itu, antara lain, tingkat inflasi, suku bunga tinggi, dan stagnasi pertumbuhan ekonomi, ditambah melemahnya nilai tukar.

“Jika hal ini tidak bisa kita antisipasi, maka dampaknya akan terasa pada sektor riil, daya beli masyarakat dan ujungnya pada pertumbuhan ekonomi yang melambat,” kata dia.

Menurut Gus Irawan Pasaribu, transisi kekuasaan yang berjalan baik merupakan kunci dan hal yang harus direalisasikan. Pemerintahan sebelumnya harus bisa mendelegasikan pekerjaan kepada pemerintahan baru. Pemerintahan ke depan pun bisa menempatkan figur-figur terbaik di bidangnya dan tidak hanya sekadar mengakomodasi kepentingan politik, apalagi jika nantinya malah membebani dan melemahkan Pemerintah sendiri.

“Saya melihat ada dua hal yang harus dibenahi Pemerintah baru, pertama, memperkuat kebijakan industri agar memiliki kontribusi yang signifikan terhadap PDB. Kedua, membenahi organisasi dan sistem perpajakan yang menjadi penopang penerimaan negara,” tutupnya.