JAKARTA, kaldera.id – Komisi XI DPR RI menyelenggarakan Rapat Kerja dengan Ketua DK OJK di Gedung Nusantara I, DPR RI Senayan, Jakarta, Selasa (9/7/2024). Rapat ini dilakukan dalam rangka Pendalaman Laporan Triwulan I-2024. Pada rapat ini, Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu menyampaikan beberapa hal.
Gus Irawan Pasaribu menyampaikan dukungannya terhadap salah satu prioritas 5 (lima) tahun bidang perbankan, yaitu Pengembangan Perbankan Syariah. Menurutnya, hal ini bersifat urgen. Namun Gus Irawan Pasaribu menyayangkan tidak adanya realisasi yang dilaporkan berdasarkan target yang terukur tentang Pengembangan Perbankan Syariah. Termasuk Penyusunan kebijakan mengenai penguatan, konsolidasi, dan spin-off Unit Usaha Syariah (UUS) yang tidak menjelaskan progress dan kemampuannya dalam mendorong pengembangan ekonomi syariah.
“Sangat disayangkan, tidak ada realisasi dan cara pengukuran target yang dilaporkan dalam pengembangan perbankan syariah pada triwulan pertama ini,” katanya.
Politisi Fraksi Gerindra ini juga menyoroti tentang telah terbitnya Peraturan OJK mengenai tata kelola BPR/BPRS telah diputus RDK per Maret 2024 progressnya sudah mencapai 95 persen. Salah satu program kerja dalam fungsi pengaturan adalah implementasi ketentuan mengenai produk BPR/BPRS dan perizinan produk BPR/BPRS. Gus Irawan Pasaribu menegaskan karena POJK sudah keluar, seharusnya OJK dapat memastikan dan memantau pelaksanaan POJK ini.
“OJK seharusnya dapat memastikan dan memantau pelaksanaan POJK ini sehingga dapat mendorong perkembangan BPRS menjadi lebih sehat,” tandasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengkritisi program prioritas 5 tahun bidang pengembangan perbankan yaitu Pengembangan perbankan syariah melalui sinergi dengan ekosistem ekonomi syariah, penguatan tata kelola, daya saing, integritas, dan pengembangan produk perbankan syariah. Gus Irawan Pasaribu berharap ada target yang jelas dan definitif yang dimiliki oleh OJK sehingga keberhasilan capaiaannya bisa terukur.
Hal ini diusulkannya mengingat Indeks Indikator Kinerja Utama (IKU) yang saat ini dimiliki OJK masih sangat umum. “Kita kesulitan untuk mengukur keberhasilan pengembangan ekonomi syariah karena tidak ada target yang jelas dan belum terlihat dalam laporan triwulan pertama ini,” tambahnya.
Adapun terkait Program untuk mendukung penyaluran KUR dengan target Penerbitan Ketentuan POJK Suku Bunga Dasar Kredit (POJK SBDK), Penyusunan kajian mengenai kemudahan akses pembiayaan UMKM, Penerbitan ketentuan Akses Pembiayaan UMKM, Pemantauan restrukturisasi kredit/pembiayaan COVID-19 segmen UMKM, Gus Irawan Pasaribu menyarankan agar OJK memiliki indikator keberhasilan yang jelas.
“Selain untuk mengukur keberhasilan suatu program, indikator juga dapat digunakan untuk pengawasan terhadap program tersebut. Apakah sudah berjalan menuju indikator yang ingin dicapai atau tidak. Hal ini sangat membantu mengarahkan program agar tepat sasaran sesuai indicator yang telah ditetapkan,” pungkasnya.