Umrah Dihentikan, “Bandar Rugi”

Arab Saudi telah menangguhkan kedatangan turis asing ke negara itu, langkah ini dilakukan karena kekhawatiran akan penyebaran virus corona (coronavirus). Ilustrasi. (ist)
Arab Saudi telah menangguhkan kedatangan turis asing ke negara itu, langkah ini dilakukan karena kekhawatiran akan penyebaran virus corona (coronavirus). Ilustrasi. (ist)

JAKARTA, kaldera.id – Kementerian Luar Negeri Arab Saudi mengumumkan penghentian sementara visa umrah di tengah merebaknya wabah virus corona (coronavirus). Kebijakan tersebut berimbas pada penangguhan kegiatan haji kecil itu bagi umat muslim di seluruh dunia, termasuk Indonesia.

Data hingga Jumat (28/2/2020) menunjukkan virus corona telah ‘menginfeksi’ sejumlah negara di Timur Tengah, seperti Bahrain, Iran, Uni Emirates Arab, Oman, dan Irak.

Bahkan, korban virus corona melonjak di Iran. Hingga saat ini tercatat 245 orang di Iran sudah terjangkit, 26 di antaranya meninggal. Tak ayal, sebagian negara tetangga mulai menutup perbatasan dengan Iran untuk menghalau penyebaran virus.

Keputusan penangguhan yang tiba-tiba tersebut membuat jemaah yang berangkat umrah terlantung-lantung nasibnya. Sebagian besar jemaah yang berangkat kemarin masih ada yang tertahan di negara transit tanpa kejelasan status.

Umrah merupakan ibadah yang menarik jutaan umat Muslim dari seluruh dunia. Di Indonesia sendiri, Kedutaan Arab Saudi diperkirakan mengeluarkan 300 ribu hingga 400 ribu visa per bulan untuk keberangkatan umrah.

Lantas, kerugian apa yang ‘memukul’ Indonesia jika Arab menghentikan sementara waktu kunjungan ke negara tersebut?

Sekretaris Jenderal Asosiasi Muslim Penyelenggaraan Haji dan Umrah (Amphuri) Firman M Nur menyebut rata-rata jemaah umrah asal Indonesia sekitar 80 ribu per bulan. Sementara, biaya standar perjalanan umrah yang ditetapkan oleh Kementerian Agama (Kemenag) adalah Rp20 juta per jemaah.

Menurut Firman, biro perjalanan umrah telah membayar kewajiban mereka sejak dua bulan sebelum keberangkatan.

“Kami sebagai PPU sudah persiapan 60 hari sebelumnya untuk reservasi tiket, deposit, bahkan H-30 hampir semua pembiayaan tersebut sudah kami bayarkan ke pihak ketiga,” kata Firman kepada CNNIndonesia.com, Kamis (27/2).

Ia menyebut antrean umrah dari Indonesia sedang dalam kategori tinggi. Hal itu tercermin antrean umrah sudah penuh hingga akhir Maret 2020.

Dia bilang seharusnya kejadian ini masuk ke dalam kategori keadaan kahar (force majeur). Sehingga, seharusnya, pihak ketiga bisa mengembalikan (refund) uang jemaah yang batal berangkat.

“Kalau yang sudah bayar, kami akan negosiasi hotel, airlines, dan sebagainya agar bisa cukup dimengerti, bisa refund. Sehingga dana itu bisa kembali pada yang berhak,” ujar Firman.

Sejalan dengan itu, Pakar Ekonomi Islam Institut Pertanian Bogor Irfan Syauqi Beik memperkirakan dengan penghentian sementara ini, baik Indonesia maupun Arab Saudi akan menelan kerugian yang sangat besar.

Merunut pada perhitungan Amphuri dengan jumlah jemaat umrah asal Indonesia mencapai 80 ribu per bulan dengan biaya minimal Rp20 juta.

Maka, potensi kerugian mencapai Rp1,6 triliun per bulan. Uang yang menjalankan roda ekonomi di kedua negara tersebut akan ‘hilang’ mulai dari maskapai, penginapan, visa hingga toko oleh-oleh.

Irfan mengungkap dalam satu bulan ada 300 ribu hingga 400 ribu visa yang dikeluarkan. Jika merujuk pada data tersebut makan ada potensi kehilangan yang lebih besar lagi yakni Rp6 triliun.

Perhitungan tersebut baru satu bulan. Jika berjalan selama 1 tahun maka potensi kehilangan bisa mencapai Rp19,2 triliun hingga Rp72 triliun. Potensi tersebut baru dari umrah dan belum mengikutsertakan biaya haji.

“Dana pengelolaan haji bisa mencapai Rp7 triliun hingga Rp8 triliun. Umrah memang bisa dua kali. Jumlah lebih banyak dan frekuensi lebih besar. Ada angka yang sangat besar,” paparnya kepada CNNIndonesia.com secara terpisah.

Menurut Irfan, jumlah tersebut belum memperhitungkan biaya perlengkapan umrah dan biaya oleh-oleh.

“Pasti lebih dari Rp200 ribu atau 60 riyal per orang buat belanja oleh-oleh,” katanya.

Irfan melihat keputusan pemberhentian sementara visa ini akan membuat Arab Saudi kehilangan devisa yang signifikan. Padahal, saat ini, kondisi fiskal Arab tengah tertekan.

Pada 2015 lalu, fiskal Arab Saudi tercatat defisit US$97,9 miliar. Tahun ini, defisit anggaran Arab Saudi diperkirakan mencapai US$49,8 miliar. Tak ayal, penghentian visa Arab Saudi akan menimbulkan kerugian yang sangat besar dari sisi ekonomi.

“Butuh penguatan koordinasi antar negara. Konsekuensi dari pembatalan, apakah Arab Saudi bisa menjamin dana yang dibayarkan tidak hangus/hilang,” paparnya.

Di sisi lain, Central Board of Masyarakat Ekonomi Syariah Adiwarman A. Karim mengungkap penghentian visa ini tidak akan berlangsung lama. Pasalnya, seperti perhitungan di awal tadi, ekonomi Arab akan terpukul.

“Kena semua tapi enggak bakal lama. Mungkin ini setop jemaah dari Iran, tapi biar enggak terlalu diskriminasi maka semua disetop,” paparnya.

Hingga kini, calon jemaah dan biro perjalanan umrah di Indonesia masih menanti sampai kapan penghentian dilakukan dan kejelasan ganti rugi atas pembatalan keberangkatan tersebut.(cnn/finta)