JAKARTA, kaldera.id- Utang Indonesia yang terus meroket, membuat anggota Komisi XI DPR RI asal Sumut Gus Irawan Pasaribu cemas. Dia memahami seiring dengan disampaikannya laporan Bank Indonesia yang menyebutkan bahwa posisi utang luar negeri (ULN) Indonesia sampai dengan akhir Juli 2021 sebesar 415,7 miliar dollar AS atau setara Rp5.994,51 triliun (asumsi kurs Rp 14.300 per dollar AS) atau tumbuh 1,7 persen (yoy).
Dalam pandangannya , Kamis (16/9/2021), Anggota Komisi XI DPR RIGus Irawan Pasaribu menegaskan dalam kondisi pandemi dan krisis yang tidak hanya dialami oleh Indonesia, jangan sampai kondisi negara diperburuk dengan kondisi utang yang pasti akan menjadi beban baik jangka pendek maupun jangka panjang.
Gus Irawan Pasaribu menyarankan beberapa strategi yang perlu segera diambil pemerintah dalam menyikapi ULN. “Pertama, koordinasi pemerintah dengan Bank Indonesia harus diperkuat untuk memantau perkembangan dan memastikan ULN tetap sehat. Kedua, sangat penting untuk memegang komitmen kehati-hatian tingkat tinggi dalam mengelola ULN,” terang Gus Irawan Pasaribu.
Ketiga, lanjut Gus Irawan Pasaribu, skala prioritas dan akuntabilitas adalah harga mati. Keempat, jangan mudah mengambil jalan pintas dengan menambah utang baru. Artinya optimalkan pengelolaan utang yang sudah ada. Selanjutnya, jangan memaksakan menggunakan utang atau menambah utang untuk proyek yang tidak penting di tengah pandemi yang belum juga selesai. Salah satu proyek yang disorotinya adalah proyek IKN. “Tunda atau kalau perlu hentikan semua proyek tidak penting,” tegasnya.
Gus Irawan Pasaribu mengingatkan pemerintah agar melakukan pengelolaan utang dengan bijaksana dan benar. ULN harus dioptimalkan pengelolaannya dengan meminimalisir risiko yang dapat mengganggu stabilitas perekonomian baik untuk saat ini maupun masa mendatang.
Gus Irawan Pasaribu tidak memungkiri bahwa tren penambahan utang pemerintah dan biaya bunga yang melampaui pertumbuhan PDB serta penerimaan negara, memang banyak memunculkan kekhawatiran. “Akan menjadi beban berat di masa mendatang. Artinya pemerintah memang harus sangat serius dalam mengelola utang yang sudah ada, bukan dengan terus menambah utang,” ujarnya.(finta rahyuni)