Gus Irawan Pasaribu
Gus Irawan Pasaribu

JAKARTA, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu yang membidangi keuangan dan perbankan memproyeksikan konflik berkepanjangan dan perang yang belum usai antara Rusia dan Ukraina akan berdampak pada ekonomi Indonesia.

Bahkan jika perang itu meluas dan melibatkan banyak negara tekanannya ke ekonomi dalam negeri akan semakin kuat, katanya. Anggota Komisi XI DPR RI Gus IrawanPasaribu mengatakan ekskalasi perang semakin meningkat, sementara perundingan yang digelar di Belarusia belum menemukan kesepakatan damai.

Kondisi ini harus diantisipasi pemerintah, seperti lonjakan harga minyak dunia dan potensi melemahnya kinerja ekspor impor Indonesia. “Saat ini rakyat masih kesusahan akibat lonjakan harga minyak goreng, kedelai, dan daging sapi. Bila ditambah lagi dengan lonjakan harga gandum dan produk turunannya, maka akan menambah beban rakyat,” kata Gus Irawan Pasaribu kepada media, Jumat (4/3/2022)

Menurut dia, Ukraina merupakan salah satu negara pemasok gandum terbesar kedua untuk Indonesia. Perang ini akan menghambat suplai gandum, sehingga berdampak naiknya harga gandum dan produk turunannya. Pada 2021, total nilai impor gandum Indonesia mencapai 3,54 miliar dolar AS. Impor terbesar dari Australia mencapai 41,58 persen atau sebesar 1,47 miliar dollar AS, disusul Ukraina sebesar 25,91 persen atau senilai 919,43 juta dolar AS.

Pemerintah, lanjut politisi Partai Gerindra ini, harus menyiapkan langkah mitigasi menghadapi kelangkaan gandum. Seiring dengan pemulihan ekonomi, tentu akan membutuhkan pasokan gandum yang lebih banyak. Pemerintah perlu menjajaki negara-negara lain sebagai pengganti Ukraina sebagai pemasok gandum. “Meskipun diperkirakan akan kesulitan mendapatkan substitusi negara penghasil gandum, tapi pemerintah harus mencoba secara optimal,” kata dia.

Dari data yang ada pada 2021/2022, Indonesia merupakan pengonsumsi gandum peringkat ke-14 dunia dengan 10,4 juta ton. Peringkat pertama diduduki China dengan 148,5 juta ton. Disusul Uni Eropa 107,65 juta ton, India 104,25 juta ton, Rusia 41,5 juta ton, dan Amerika Serikat 30,97 juta ton. Industri makanan minuman di Indonesia sangat membutuhkan gandum impor untuk bahan baku. Jika perang berlangsung lama dan tidak ada pengganti gandum Ukraina, maka produksi pasti terganggu.

Tentu, katanya, persoalan ini bisa segera diatasi sedini mungkin agar tak menimbulkan kelangkaan dan kenaikan harga. Apalagi, banyak pelaku UMKM yang produksinya membutuhkan gandum, seperti penjual mie ayam dan roti. Dampak lainnya, jelas Gus Irawan, yang perlu diwaspadai adalah kenaikan harga minyak dunia yang pada Rabu (2/3/2022) sudah naik menjadi 107,47 dolar AS per barel untuk harga minyak mentah berjangka Brent untuk kontrak Mei 2022.

Sementara harga minyak West Texas Intermediate (WTI) naik menjadi 106,23 dolar AS per barrel. Sebelum terjadi perang Rusia-Ukraina, pasar energi sudah bergejolak. Hal itu karena pasokan minyak sedunia tidak mampu mengimbangi pemulihan ekonomi yang kuat ketika pandemi Covid-19 mulai melandai. “Kenaikan minyak dunia di satu sisi menguntungkan APBN karena mendapatkan lonjakan penerimaan negara. Namun di sisi lain menyusahkan rakyat karena harus menerima kenaikan harga BBM,” tuturnya.(arn/rel)