Menpora Hancurkan Mimpi Atlet Muda Tenis Meja Indonesia

Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Indonesia (PP PTMSI), Komjen Pol (Pur) Oegroseno
Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Indonesia (PP PTMSI), Komjen Pol (Pur) Oegroseno

 

JAKARTA, kaldera.id – Ketua Umum Pengurus Pusat Persatuan Tenis Meja Indonesia (PP PTMSI), Komjen Pol (Purn) Drs. Oegroseno SH, menyesalkan sikap Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Zainuddin Amali, yang membatalkan atlet tenis meja dalam ajang pesta olahraga Sea Games 2019 dan 2022.

“Mimpi pemuda dan pemudi atlet tenis meja Indonesia, yang telah digembleng dalam pelatnas oleh pelatih Korea, dan mendapat dukungan  para orang tua serta siap berjuang meraih medali di ajang Sea Games 2022 di Vietnam, hancur seketika karena dibatalkan Menpora tanpa alasan yuridis yang jelas,” ungkap Oegroseno melalui keterangannya, Selasa (12/4/2022).

Menurut Wakapolri periode 2013 – 1014 ini, pembatalan atlet tenis meja dalam ajang Sea Games 2022 di Vietnam, tidak sejalan dengan nama jabatan Menpora, sebagai bagian dari pembantu dalam pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Karena itu, Oegroseno menyarankan nama Menpora diganti, dan tidak membawa nama pemuda.

“Kata – kata pemuda dalam sebutan Menteri Pemuda dan Olahraga, sebaiknya dihilangkan sehingga cukup disebut sebagai Menteri Olahraga saja. Pasalnya, ini sangat jelas dalam pesta olahraga Sea Games 2019 dan 2022. Menpora membatalkan kepesertaan atlet cabang olahraga dalam ajang tenis meja,” tegas Oegroseno.

Mantan Kadiv Propam Polri dan Kapolda Sumut ini menyampaikan, Menpora yang seharusnya memperhatikan jiwa dan semangat heroik pemuda tidak perlu menunjukkan kekuasaan, arogan dalam mengambil keputusan tanpa alasan yuridis, psikologis dan sosiologis yang transparan. Apa salah dan dosa para atlet tenis meja Indonesia Pak Menteri??

“Saya mendengar perintah Menpora atas masukkan dari Deputi 4 Kemenpora RI, Sdr Chandra Bhakti, bahwa pemerintah tidak mempunyai uang untuk mempersiapkan dan untuk mengikuti event Sea Games Vietnam 2022. Ini disampaikan oleh tim verifikasi saat review dan rekam jejak dengan jajaran kepengurusan cabang olahraga,” kata Oegroseno.

Pada saat itu, Tim Review juga menanyakan apakah PP PTMSI siap memberangkatkan tim dengan biaya mandiri dan mengeluarkan biaya perorang kurang lebih Rp. 60.000.000/orang untuk setiap harinya. “Ketika itu PP PTMSI menjawab “Siap berjuang di ajang Sea Games Vietnam 2022 dengan biaya mandiri,” ungkapnya.

Menurut mantan Kepala Lemdiklat Polri dan Kabaharkam Polri tersebut, Menpora seharusnya dapat membaca dan mendalami Pasal 6 dan Pasal 11 Undang-Undang Nomor : 3 Tahun 2005, tentang hak dan kewajiban warga begara dan pemerintah.

Sebab, tidak ada rumusan  dalam pasal-pasal tersebut, yang menyatakan bahwa Menpora RI dapat melarang atlet cabang olahraga, khususnya tenis meja dengan melarang bertanding mengikuti kegiatan keolahragaan Sea Games dan event internasional lainnya.

“Tugas menteri adalah memberikan Pelayanan dan Kemudahan. Hilangkan slogan bahwa apabila masih bisa dipersulit kenapa harus dipermudah. Karena Indonesia adalah negara hukum sesuai Rumusan Pasal 1 Ayat (3) UUD RI 1945, maka PP PTMSI melihat kebijakan membatalkan atlet tenis meja Indonesia bertanding di Sea Games Vietnam 2022, merupakan bentuk pelanggaran hukum dan melanggar hak asasi manusia (HAM), yang berkaitan dengan keberadaan harkat dan nartabat kemuliaan atlet tenis meja Indonesia,” pungkas Oegroseno.

Tenis meja dicoret dari ajang Sea Games Hanoi 2022. Hal tersebut disampaikan melalui kanal berita di situs resmi Kemenpora. Dalam kanal tersebut disebutkan 31 jenis olahraga yang akan diberangkatkan dalam ajang Sea Games 2021.

Prof. Dr. Moch. Asmawi selaku Ketua tim review Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) Kemenpora menjelaskan pemilihan 31 cabang olahraga ini merupakan hasil review dari tim yang terdiri dari para akademisi.

Tim review melakukan wawancara dengan pelatih, manajer dan pengurus cabang olahraga serta melihat treck record prestasi cabang olahraga tersebut di ajang-ajang olahraga terakhir yang diikuti baik single event maupun multi event.

“Kami menetapkan cabang olahraga itu berdasarkan hasil review. Review itu tidak hanya kami wawancara dengan cabang-cabang olahraga, tetapi kami juga mempunyai data dan mempunyai track record. Data itu multi event yang terakhir diikuti kalau enggak begitu kita juga melihat track recordnya di kejuaraan resmi,” kata Prof. Dr. Moch. Asmawi.(efri/red)