Anggi Aulia, bocah penjual kangkung di Langkat. Laznas Rumah Yatim menyalurkan bantuan untuknya.(ist)
Anggi Aulia, bocah penjual kangkung di Langkat. Laznas Rumah Yatim menyalurkan bantuan untuknya.(ist)

LANGKAT, kaldera.id – Anggi Aulia anak penjual kangkung dan ikan keliling kampung demi penuhi kehidupan keluarganya kembali harus menerima kenyataan pahit.

Beberapa bulan lalu, kedua orang tuanya berpisah akibat himpitan ekonomi. Ya, begitulah pengakuan nenek Dahlia yang kini harus menghidupi Anggi dan kedua adiknya Muhammad Reyhan dan Aqifa Nayla.

“Orang tua mereka sekarang sudah pisah karena himpitan ekonomi gitu. Mamaknya harus ke Medan kerja untuk menutupi utang lama mereka,” ujar Nek Dahlia saat dikunjungi tim Laznas Rumah Yatim, Selasa (5/1/2021) di kawasan Jalan Besar Desa Perkotaan, Kec. Sicanggang Kab. Langkat.

Sebelum perpisahan kedua orang tuanya, Anggi sempat menarik perhatian. Pasalnya bocah 12 tahun ini rela berkeliling kampung untuk berjualan kangkung dan ikan dari pagi hingga menjelang petang. Hal itu dilakukannya demi memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka, karena ayahnya sempat mengalami kecelakaan akibat jatuh dari pohon.

“Di sela-sela waktu belajar, kangkung yang dijual biasanya aku dapatkan sore hari dengan memetik sendiri di sungai yang tak jauh dari rumahku. Jika ikan, biasanya didapatkan dari hasil jaring ayah, pada malam hari,” kenang Anggi.

Tapi hal itu tak lagi dilakukannya sejak sang ayah dan bunda memilih jalan untuk berpisah. Untuk menopang kehidupan mereka, ibunda Siti Maria memilih bekerja di Medan sedangkan ayahnya tak pernah lagi peduli. Alhasil, Anggi pun memutuskan untuk fokus belajar.

Ia seolah ingin membuktikan, broken home tak lantas merusak hidup dan semangatnya untuk meraih mimpi dan mengejar cita.

Apalagi, Anggi memiliki prestasi sebagai juara kelas sejak bangku kelas 1 hingga 6 SD. Di jenjang lanjutan pertama (SMP) Anggi kembali menorehkan prestasi dengan meraih juara III di kelasnya.

Tentu, masih ada harapan besar, Anggi ingin menjadi yang terbaik seperti sebelumnya, kendati keterbatasan finansial dan jarak sekolah yang cukup jauh dari kediamannya masih menghantui.

Sesekali Anggi harus menumpang kendaraan temannya untuk bisa sampai di sekolah. Atau memilih ojek dengan sisa uang saku yang dimilikinya.

Jika tak ada uang sama sekali, tak jarang Anggi harus merelakan waktu belajarnya terbuang dan memilih berdiam pasrah dalam rumah.

Tak jarang air mata kembali mengalir membasahi kedua pipinya jika harus mengenang kembali masa kebahagian keluarga mereka beberapa waktu sebelumnya.

Tapi kini tinggal kenangan. Anggi hanya berharap Allah mendengar doanya agar dia dan kedua adiknya bisa terus bertahan dan memberi warna dalam kehidupan.

Ya, keinginan dan harapan Anggi sedikit terobati. Rumah Yatim hadir di tengah kegalauannya. Membawa sejumlah uang, sembako, seragam sekolah, tas dan sepatu yang didapat dari sejumlah donatur. Tetap berjuang Anggi.(rel/red)