MEDAN, kaldera.id- Meski telah diklarifikasi, namun, pengusiran 80-an tenaga kesehatan (Nakes) RS GL Tobing yang menjadi salah satu rumah sakit rujukan pasien Covid-19 dari hotel tempat penginapan mereka ditempatkan, menjadi indikasi buruknya manajemen Gugus Tugas Percepatan Penanganan (GTPP) Covid-19 di Sumut.
Selain diusir, status para Nakes itu juga masih dipertanyakan, Karena mereka sempat menerima informasi bahwa mereka telah diberhentikan. Selain itu, soal insentif para Nakes dikabarkan juga belum dibayarkan.
“Ini gambaran bahwa manajemen pengelolaan tim gugus yang dipimpin Gubernur Sumut ini kurang baik. Sistem koordinasinya tidak lancar,” kata Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sumut Abyadi Siregar, Minggu (3/5/2020).
“Semua unsur yang terlibat dalam tim gugus ini, sepertinya tidak memainkan peran maksimal sesuai tugas dan fungsinya. Padahal, tim ini memiliki alokasi anggaran yang besar,” lanjutnya.
Untuk itu, Ombudsman Sumut tentu merasa miris dan prihatin dengan pengusiran para Nakes dari hotel tempat penginapan mereka.
Ia juga sangat menyayangkan terjadinya pengusiran para Nakes tersebut akibat ketidakprofesionalan gugus tugas. Padahal, para tenaga medis mempertaruhkan nyawa dalam menjalankan tugasnya untuk percepatan penanganan penyebaran virus Covid-19 dari Sumut.
“Ini pertarungan hidup mati. Mereka mempertaruhkan nyawa membantu Sumut melawan Covid-19. Tapi sayang, perlakuan terhadap mereka tidak setimpal apa yang mereka pertaruhkan,” kata Abyadi.
Abyadi Siregar menjelaskan, sebetulnya tugas dan fungsi GTPP Covid-19 Sumut, sudah diatur dalam Keputusan Gubernur No 188.44/172/KPTS/2020 tentang GTTP Covid-19 di Provinsi Sumut.
“Kalau isi keputusan itu dilaksanakan dengan benar dan semua pihak yang terlibat di tim gugus itu melaksanakan tugas dan fungsinya dengan maksimal, saya kira tidak akan terjadi pengusiran Nakes itu,” tegasnya.
Kalau dilihat dari susunan anggota GTPP Covid-19 Sumut, dikatakan Abdi, sesuai Keputusan Gubernur No 188.44 itu GTPP Covid-19 Sumut ini melibatkan semua unsur. Mulai dari jajaran Pemprov Sumut, unsur kepolisian, Kodam I/BB, Kejatisu, dan sebagainya.
Ada juga khusus yang menangani Bidang Relawan yang dikoordinir Kepala Kesbangpol dengan anggota dari unsur MUI, PGI dan MBI. Di bagian Kedelapan Keputusan Gubernur Sumut No 188.44 itu, juga diuraikan bahwa biaya yang timbul akibat keputusan gubernur tersebut dibebankan kepada APBN dan APBD serta sumber lainnya.
“Jadi, anggaran GTPP Covid-19 ini jelas,” kata Abyadi.
Dalam Keputusan Gubernur Sumut tertanggal 27 Maret 2020 ini, juga dijelaskan bahwa GTPP ini bertugas menetapkan dan melakukan rencana operasional percepatan penanganan Covid-19, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan, melakukan pengawasan dan mengerahkan sumberdaya untuk percepatan penanganan Covid-19.
Gubernur Sumut sendiri, tugasnya memberi arahan dan pemantauan dalam percepatan penanganan Covid-19 di Sumut. “Jadi sangat jelas tugas GTPP ini. Nah mestinya, bila tugas tugas itu dilaksanakan dengan baik, tidak akan terjadi pengusiran para Nakes dari tempat penginapan mereka,” jelas Abyadi Siregar.
Sejalan dengan itu, Abyadi Siregar meminta, agar ke depan GTPP Covid-19 ini melakukan perbaikan manajemen pengelolaan organisasi. Semua unsur yang terlibat diperankan serta Nasib para Nakes ini harus dijelaskan.
“Pahamilah bahwa tugas dan tanggungjawab mereka itu penuh risiko yang mempertaruhkan nyawa,” katanya.
RS Rujukan dan JPS
Selain itu, dikatakan Abdi, hal lain yang paling penting juga menjadi perhatian adalah, bagaimana kualitas layanan pasien rumah rujukan di daerah-daerah (kabupaten/kota). Ini juga harus menjadi perhatian serius untuk dikoordinasikan.
Yang paling penting lagi adalah, penanganan Jaringan Pengaman Sosial (JPS) yang dikoordinir oleh Kepala Bappeda Sumut dengan anggota Kepala Dinas Sosial Sumut dan Kepala Biro Kesejahteraan Sosial Pemprovsu.
“Pengelolaan JPS ini juga harus dilakukan dengan baik. Karena bidang ini juga sangat sensitif dan sering menimbulkan masalah. Yang sering rawan adalah distribusi bantuan sosial,” jelasnya.
” Karena itu, kami berharap Pemprov Sumut sudah punya data masyarakat miskin di Sumut. Baik warga miskin yang lama yang terdaftar dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) yang dimiliki Dinas Sosial, maupun data warga miskin baru akibat terdampak tekanan covid-19. Ini harus jelas sehingga alokasi dana bisa transparan,” pungkasnya. (finta rahyuni)