MEDAN, kaldera.id – Penerapan penghentian penuntutan sesuai dengan seruan Jaksa Agung yang dituangkan dalam Peraturan Jaksa Agung (Perja) No. 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan dengan Pendekatan Keadilan Restoratif (Restorative Justice), Selasa (8/11/2022) Kejati Sumut kembali hentikan 3 perkara dari Kejari Labuhan Batu, Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli dan Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara di Siborongborong.
Tiga perkara tersebut dihentikan penuntutannya setelah dilakukan ekspose kepada Jaksa Agung Muda Pidana Umum (JAM Pidum) Dr. Fadil Zumhana didampingi Direktur TP Oharda Agnes Triani, SH, MH, Selasa (8/11/2022) secara daring oleh Kajati Sumut Idianto, SH,MH, didampingi Aspidum Arief Zahrulyani SH, MH, Koordinator Bidang Pidum Gunawan Wisnu Murdiyanto SH MH, Kabag TU, para Kasi pada Aspidum Kejati Sumut dan Kasi Penkum Yos A.Tarigan, SH,MH.
Ekspose juga diikuti masing-masing Kajari dan Kacabjari, seperti Kajari Labuhan Batu Furkon Syah Lubis, SH,MH, Kajari Deli Serdang Dr Jabal Nur, Kacabjari Labuhan Deli Anggara Suryanegara, SH dan Kacabjari Siborongborong Lamhot Heryanto Sagala, SH serta para Kasi Pidum dan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Kajati Sumut Idianto melalui Kasi Penkum Yos A Tarigan menyampaikan bahwa 3 perkara yang diajukan kepada JAM Pidum adalah perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Deli Serdang di Labuhan Deli dengan tersangka Hendrik Simanjuntak Alias Juntak disangkakan dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP karena mencekik leher dan melempar temannya sendiri dengan gelas yang mengakibatkan luka robek di kepala.
Kemudian perkara dari Cabang Kejaksaan Negeri Tapanuli Utara di Siborongborong dengan tersangka Nehmolan Silaban melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHPidana, karena melakukan pemukulan terhadap temannya Jonni Silaban dan ibu korban Serlin Br Manalu hanya karena dinasehati agar tidak membuang sampah di dekat rumahnya.
Perkara ketiga dari Kejari Labuhan Batu dengan tersangka Jepri Kutara alias Jepri disangka melanggar Pasal 335 ayat (1) Ke-1 KUHPidana, karena mengancam akan membunuh ayah kandungnya sendiri dengan sebilah parang.
Lebih lanjut Yos A Tarigan menyampaikan, alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini antara lain; telah dilaksanakan proses perdamaian dimana tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf; tersangka belum pernah dihukum; tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana; ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun; tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
“Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi; Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar; antara tersangka dan korban juga saling kenal, bahkan ada yang berselisih dengan ayah kandungnya sendiri,” papar Yos.
Yos A Tarigan menambahkan, penghentian penuntutan dengan pendekatan keadilan restoratif membuka ruang yang sah menurut hukum bagi pelaku dan korban secara bersama merumuskan penyelesaian permasalahan guna dilakukannya pemulihan keadaan ke keadaan semula.(rel/red)