APBN
APBN

 

JAKARTA, kaldera.id- Dalam konferensi pers APBN KITA, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan bahwa penerimaan negara dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga Mei 2024 baru sebesar Rp1.123,5 triliun, atau turun 7,1 persen dibanding periode yang sama tahun lalu Rp1.209 triliun.

Menanggapi hal ini, Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan sejak lama pemerintah memang tidak dapat lepas dari sumber penerimaan jangka pendek dan menjadi riskan ketika harga komoditas mulai turun.

“Sejak lama, penerimaan negara memang sangat bergantung dari ledakan komoditas. Sejarah mencatat, bahwa tren peningkatan rasio pajak terjadi hanya jika Indonesia mengalami ledakan komoditas. Jika menilik ke belakang, tax ratio pernah berada pada level yang tinggi dikarenakan adanya ledakan komoditas seperti yang terjadi sekitar tahun 2008,” ujar Gus Irawan Pasaribu, di Jakarta, Jumat (5/7/2024).

“Ledakan tersebut yang kemudian mendorong tercapainya target penerimaan sebesar 106,7 persen terhadap target. Setelahnya, rasio pajak konsisten turun hingga single digit yakni 9,89 persen pada 2017; 9,76 persen pada 2019; dan bahkan 8,33 persen pada 2020 imbas dari Covid-19. Penerimaan pajak kemudian tertolong ledakan harga komoditas saat pemulihan,” ungkapnya.

Menteri Keuangan merinci bahwa penerimaan pajak hingga bulan Mei 2024 sebesar Rp760,4 triliun, lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada tahun lalu yakni sebesar Rp830,5 triliun. Artinya, sampai dengan bulan Mei 2024, realisasi target pajak baru mencapai 36,2 persen.

Menurutnya, pemerintah belum menyusun jalan keluar dari penurunan harga komoditas yang mulai terjadi. “Kita sejak beberapa tahun yang lalu sudah mengingatkan pemerintah untuk segera menyusun exit strategy dari dampak moderasi komoditas. Sebab, penurunan harga komoditas sangat sensitif terhadap penerimaan negara,” tuturnya.

Bank Dunia sendiri sudah memprediksi adanya potensi penurunan indeks harga komoditas dunia pada tahun 2024 menjadi 105,3 dan 2025 sebesar 101,6. Indeks tersebut jauh di bawah indeks harga pada tahun 2022 yang bahkan mencapai 142,5 dan 2023 yang berada di angka 108. Harga komoditas-komoditas mineral dan Batubara yang menjadi tumpuan ekspor dan penerimaan negara diprediksi akan mengalami penurunan yang drastis. Batubara misalnya, diprediksi akan turun hingga menjadi $110/metric ton pada 2025, dari yang sebelumnya mencapai sekitar $334/metric ton.

“Bahkan harga nikel diprediksi akan mengalami penurunan yang signifikan menjadi hanya $18.000/metric ton pada 2025, dari yang sebelumnya sekitar $24.000/metrik ton pada 2022. Jika hal ini tidak diantisipasi, penurunan harga komoditas akan memberikan dampak yang lebih dalam terhadap capaian penerimaan,” jelas Gus Irawan Pasaribu.
Gus Irawan Pasaribu kemudian menyoroti bahwa kondisi penerimaan negara ini merupakan lampu kuning bagi Pemerintah dalam pengelolaan APBN.

“Ini menjadi lampu kuning bagi pemerintah. Di tengah ruang fiskal yang sempit akibat desakan belanja, turunnya penerimaan tentu akan menjadi persoalan bagi APBN. Di satu sisi, proyek-proyek mercusuar terus digenjot. Belum lagi program janji politik yang akan mulai dimasukkan ke dalam APBN tahun depan diprediksi semakin menekan ruang fiskal yang ada,” jelasnya.