PADANG – Dua orang kafilah asal Sumatera Utara (Sumut) telah mengharumkan nama Provinsi Sumut dalam upacara penutupan Musabaqah Tilawatil Quran Nasional (MTQN) XXVIII Tahun 2020 di Sumatera Barat (Sumbar), Jumat (20/11) malam di halaman Masjid Raya Sumbar.
Keduanya yakni Rizki Maulana (hafalan 20 juz). Rizki merupakan mahasiswa Prodi Ilmu Al Quran Fakultas Ushuluddin UIN Sumatera Utara. Kemudian, Taufik Hasibuan (seni kaligrafi dekorasi). Taufik merupakan mahasiswa STAIS Tapsel.
Ketua Dewan Hakim MTQN XXVIII, Prof Roem Rawie didampingi Sekretaris Dewan Hakim Ali Zamawawi mengumumkan kedua nama ini sebagai kampiun pada masing-masing cabang dan golongan sesuai dengan SK Dewan Hakim MTQN XXVIII Nomor 01/Kep. DH/MTQN-XXVIII/2020, tentang Penetapan Peserta Finalis pada Setiap Cabang dan Golongan MTQ Nasional XXVIII di Kota Padang, Sumbar.
Juara 20 Juz dan Kaligrafi
“Hafiz putra terbaik 20 juz, Rizky Maulana dari Provinsi Sumatera Utara,” ujar Roem Rowie. Begitu juga dilanjutkan oleh Sekretaris Dewan Hakim Ali Zamawawi yang mengumumkan Taufik Hasibuan dari Provinsi Sumut sebagai terbaik pertama cabang seni kaligrafi dekorasi putra.
Rizky Maulana merupakan kafilah asal Kota Medan, sedangkan Taufik Hasibuan adalah kafilah Sumut asal Kabupaten Padang Lawas. Keduanya telah memiliki beragam prestasi pada MTQ sebelumnya. Rizky Maulana sebelumnya telah menyabet juara I pada MTQ Internasional Asia Pasifik hafalan 20 juz tahun 2019 yang digelar di Jakarta.
Lelaki kelahiran Medan, 23 Januari 2000 ini telah mengukir prestasi hafalan Quran sejak tahun 2012. “Ketika itu masih sekolah SMP, saya mengikuti MTQ untuk hafalan 5 juz. Kemudian tahun 2016 saya kembali mengikuti MTQ masih hafalan 5 juz, tapi keduanya belum meraih juara,” ujar Rizky.
Baru setelah mengikuti MTQN tahun 2018, Rizky meraih juara pertama untuk hafalan 10 juz yang kemudian dilanjutkan mengikuti MTQ Internasional tahun 2019 tingkat Asia Pasifik dan meraih juara pertama untuk hafalan 20 juz. “Alhamdulillah, perasaan saya pasti senang bisa menjadi juara pertama pada MTQN XXVIII ini. Untuk ke depan saya akan berupaya meningkatkan prestasi. Dari awalnya mengikuti hafalan 5 juz, 10 juz, kini 20 juz dan next time harus 30 juz,” ujar mahasiswa UIN Sumut ini.
Anak kedua dari tiga bersaudara ini mengaku memiliki kiat khusus dalam menghafal Alquran.
“Sebenarnya kunci menghapal Alquran itu adalah istiqomah. Seberapa lama kita tahan untuk duduk mengulang kembali hapalan kita. Kedua tentunya adalah niat untuk betul-betul kita menghapal quran,” ujar anak dari pasangan Denni Iskandar dan Salmawati ini.
Selain dua hal itu, lanjut Rizky tentu usaha dan doa harus tetap dibarengi dengan amalan ibadah kepada Allah SWT. “Namanya kita menghapal Alquran, selain kita berusaha untuk istiqomah membaca dan mengulang hapalan, berdoa. Tentu kita juga harus mengamalkan Alquran itu dalam kehidupan kita sehari-hari,” papar alumni MAN I Medan ini.
Bekal Pengalaman di MTQ
Senada dengan Rizky, Taufik Hasibuan juga telah menjajal MTQ sejak tahun 2010. “Kalau awal saya mengikuti lomba MTQ ini di tingkat provinsi tahun 2010, tapi tidak berhasil juara. Kemudian saya ikut lagi tingkat provinsi tahun 2015 dan meraih juara I. Namun kandas ketika saya mengikuti MTQN tahun 2016, saya tidak meraih juara, ” terang lelaki kelahiran Padang Lawas, 15 Maret 1993 ini.
Tak patah semangat, anak pertama dari enam bersaudara ini kembali mencoba peruntungannya pada MTQ tingkat Provinsi Sumut tahun 2017 dan ketika itu dia meraih juara I, yang kemudian dilanjut mengikuti MTQN tahun 2018 di Sumut dan meraih juara harapan II. “Baru kemudian saya ikut MTQ Provinsi tahun 2020 dan berhasil juara I yang mengantarkan saya mengikuti MTQN 2020 ini dan alhamdulillah bisa menyabet juara pertama,” ujar anak dari pasangan Kasman Hasibuan dan Fatimah Harahap.
Mahasiswa Sekolah Tinggi Agama Islam Tapanuli Selatan ini mulai belajar seni kaligrafi sejak duduk di bangku SMP ketika dirinya belajar di Pondok Pesantren Al-Khoir di Padang Lawas. Kemudian di tahun 2014 melanjutkan kemampuannya dalam seni kaligrafi ketika belajar di Pondok Pesantren Al-Mukhlisin di Padang Lawas.
Tak cukup berbekal ilmu dari pondok pesantren, Taufik kembali mengasah kemampuan seni kaligrafinya dengan belajar selama dua tahun di Lembaga Kaligrafi Alquran di Sukabumi. “Tantangan dalam seni kaligrafi dekorasi ini adalah kaedah-kaedah penulisan hurufnya. Sebab, seni ini membutuhkan ukuran-ukuran tertentu huruf juga lebar dan ketebalannya. Itu yang harus selalu kita ingat,” ujar Taufik, yang kini juga telah mengajar kaligrafi di pondok pesantren Al- Mukhlisin Padang Lawas.(finta rahyuni)