Fordekiis dan Mensesneg Gagas Revisi Kurikulum di Fisip

Mensesneg Prof Pratikno (kiri) dan Dekan Fisip USU, Dr Muryanto Amin (kanan)
Mensesneg Prof Pratikno (kiri) dan Dekan Fisip USU, Dr Muryanto Amin (kanan)

MEDAN, kaldera.id – Forum Dekan Ilmu-ilmu Sosial (Fordekiis) menggelar seminar daring “Sociopreneur Sebagai Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Keilmuan”, Sabtu (3/10/2020). Menteri Sekretaris Negara, Prof Dr Pratikno, hadir sebagai pembicara tunggal dengan host Dekan FISIP USU, yang juga Sekretaris Fordekiis, Dr Muryanto Amin, M.Si.

Ketua Fordekiis Armit Arsyad dalam sambutannya mengatakan bahwa forum yang merupakan wadah kerjasama antara dekan-dekan ilmu sosial menyajikan webinar dengan materi yang sangat menarik dan relevan dengan kondisi Indonsia saat ini, sehingga perlu diikuti dengan baik.

Sementara itu, Dr Muryanto Amin dalam pengantarnya mengatakan, webinar ini diselenggarakan untuk membahas dan mengurai kesenjangan yang terjadi antara dosen dan mahasiswa karena adanya perubahan pembelajaran analog atau konvensional kepada sistem digital.

“Forum dekan ingin memberikan pemikiran baru kepada seluruh pengajar ilmu sosial untuk mengubah seluruh konsep pembelajarannya ke arah digital, karena bidang sosial dianggap agak gagap dalam menghadapi perubahan yang terjadi. Sekaligus juga memberikan arah yang benar tentang bagaimana pelaksanaan sociopreneurship di kampus dapat terlaksana dengan baik,” kata Dr Muryanto.
Ads

Prof Dr Pratikno , M Soc, Sc, dalam pemaparannya menyatakan keinginan Pemerintah untuk mengembangkan sumber daya manusia saat ini adalah sumber daya yang mampu bertahan dan berkembang serta bisa berinisiatif dalam era disrupsi dan kompetisi dalam konteks yang ada saat ini.

“Disrupsi itu adalah kondisi di mana sesuatu yang relevan berubah menjadi kusam. Jangan sampai ilmu dan skill yang diberikan oleh para dosen dan sumber daya yang dimiliki adalah skill yang sudah kusam. Dan jangan sampai melahirkan sumber daya manusia yang kalah di era ini. Alumni sosial harus kuat dan mampu bersaing di lintas sektoral. Inilah yang harus kita lakukan, yakni menghasilkan lulusan yang mampu bersaing di era revolusi industri 4.0,” katanya.

Revisi Kurikulum Lebih Mentoring

 

Mensesneg mengatakan, saat ini lahan konservatif sosial sudah banyak dilirik oleh lulusan ilmu lain. Makanya alumni ilmu sosial harus interdisipliner, harus hybrid. SDM sosial harus menyadari sepenuhnya tentang kompetisi yang sangat ketat.
“Persaingan sekarang bukan hanya dengan ilmu lain tapi juga bersaing dengan teknologi. Administrasi sekarang bisa di-replace dengan artificial intelegence (AI). Semua bidang bisa di-replace oleh AI ini. Hanya inovasi dari manusia yang tidak bisa diambil alih oleh AI,” ujarnya.

Menurut Prof Pratikno, bisa jadi ilmu yang dipelajari saat ini tidak relevan lagi ke depannya. “Maka harus dipikirkan bagaimana mencetak lulusan sosial ini. Knowledge-nya harus multi disipliner. Alumni sosial harus menjadi lulusan yang cerdas menghadapi era ini. Kompetensi harus highest kompetensi,” imbuhnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, bahwa yang bisa mendefenisikan public interest adalah ilmuwan sosial. Kurikulum bukanlah semata kumpulan mata kuliah, tapi merupakan ekosistem pendidikan. Kurikulum sudah harus lintas disiplin. “Kuliah itu bukan hanya teaching tapi mentoring. Sociopreneur tidak bisa bersaing jika tidak menjadi smart digitalpreneur,” tandasnya.

Pada bagian akhir, Dr Muryanto menyimpulkan dari pemaparan Prof Pratikno bahwa tiga hal yang harus dilakukan adalah perubahan kurikulum, belajar dapat dilakukan di mana saja (merdeka belajar) dan tanggap terhadap perkembangan teknologi.

Komitmen Pimpinan dan Merdeka Belajar

“Komitmen pimpinan dalam mengubah budaya mengajar dosen dan mahasiswa serta memperkecil urutan birokrasi kampus menjadi tidak terhindarkan dalam merespon merdeka belajar dan perubahan yang begitu cepat terjadi di dunia,” kata Muryanto yang juga menjabat sebagai Sekretaris Fordekiss.

Fordekiss mendalami perubahan ekosistem pendidikan yang berubah dalam penyusunan kurikulum, motode belajar agar agile dan learner. Situasi itu bukan hanya ditujukan untuk mahasiswa tetapi juga bagi dosen, tenaga pendidikan yang diinisiasi oleh pimpinan perguruan tinggi secara cepat.

Muryanto Amin menyatakan, upaya ilmu-ilmu sosial berkolaborasi dengan ilmu-ilmu lainnya merupakan tantangan yang harus dikelola secara baik. Menyesuaikan budaya belajar dari analog menjadi digital, mengundang para profesional untuk menjadi role model bagi mahasiswa dan dosen harus segera dirumuskan oleh Fordekiss.(rel/f rozi)