Ketua Harian Forum Komunikasi Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan Dan Anak (FK-PUSPA) Sumatera Utara, Misran Lubis
Ketua Harian Forum Komunikasi Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan Dan Anak (FK-PUSPA) Sumatera Utara, Misran Lubis

MEDAN, kaldera.id – Kasus pembunuhan Elvina, di Komplek Cemara Asri, yang melibatkan tersangka Jefri dan Michael mendapat perhatian kalangan aktivis anak dan perempuan. Pasalnya dua tersangka merupakan napi kasus pencabulan anak yang bebas melalui asimilasi Covid-19.

Ketua Harian Forum Komunikasi Partisipasi Publik Untuk Kesejahteraan Perempuan Dan Anak (FK-PUSPA) Sumatera Utara, Misran Lubis, mempertanyakan alasan dua terpidana kekerasan seksual pada anak ini mendapat program asimilasi.

Menurutnya, sepatutnya terpidana kasus kejahatan seksual tidak mendapatkan keringanan hukuman apa pun. Baik itu remisi, apalagi asimilasi saat ini yang diluncurkan Kementerian Hukum dan HAM.

“Kita sayangkan sekali mereka dimasukkan program asimilasi. Karena kejahatan seksual masuk kategori kejahatan luar biasa, Presiden RI sudah tegaskan itu. Setara dengan terorisme, perdagangan narkoba, senjata,” jelas Misran kepada kaldera.id, Sabtu (9/5/2020).

Kata Misran, seharusnya ada filter siapa yang berhak mendapat asimilasi dan remisi. “Saya kira Inilah bentuk penegakan hukum kita yang masih sangat lemah dalam konteks kejahatan dan kekerasan seksual,” sebutnya.

Misran mengatakan, banyak hal yang bisa ditelisik lagi dari kasus yang menjerat Michael dan Jefri sebelumnya.

“Kasus sebelumnya yang menjerat Michael misalnya, dari yang kami baca, bukan semata-mata kekerasan. Tapi juga terindikasi sebagai pelaku pedofil. Ada kelainan seksual yang ditemukan. Kita patut curiga, apakah ada korban lain yang tidak berani melaporkan. Harus ditelusuri. Bahaya bila anak tumbuh dalam ketraumaan sendiri,” tutur Misran yang juga Direktur Eksekutif Konsil LSM Indonesia ini.

Sementara, dalam kasus Jefri, menurutnya orang yang membiarkan peristiwa dan yang mengetahui tapi menutupi, ini bisa dijadikan tersangka dengan level berbeda. “Dari yang kami baca kasus sebelumnya, keluarganya melindungi cenderung menutupi. Keluarga Jefri melindungi satu kejahatan. Walaupun dalam kasus yang sekarang, Ibu Jefri kena batunya,” katanya.(f rozi/haris)