MEDAN, kaldera.id – Anggota Komisi III DPRD Medan menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) terkait keluhan masyarakat atas beroperasinya kafe di Jalan Ambai, Kelurahan Sidorejo Hilir, Kecamatan Medan Tembung yang buka 24 jam, Senin (21/3/2022).
Dalam RDP tersebut, Anggota Komisi III memanggil Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kota Medan, Kepala Dinas Pariwisata Kota Medan, aparat kelurahan dan pihak pemilik kafe.
Hanya saja dalam pertemuan tersebut, perwakilan Dinas Pariwisata Kota Medan dan pemilik kafe tidak hadir. Hal ini sontak membuat Ketua Komisi III DPRD Medan, Rizky Lubis kecewa.
Bersama anggota Komisi III lainnya, pihaknya akan mengeluarkan rekomendasi segera turun ke lokasi beroperasinya kafe yang telah meresahkan warga sekitar.
“Dinas pariwisata dan pemilik kafe ini tidak menghargai kita. Diundang tapi tidak datang tanpa ada alasan apapun. Komisi III akan segera turun ke lapangan memberi peringatan ke pemilik kafe atas keberadaannya yang meresahkan warga sekitar,” tegas Rizky.
Anggota Komisi III, Hendri Duin menambahkan, keberadaan usaha disuatu tempat itu sangat penting untuk kemajuan perekonomian. Namun, terpenting komunikasi antara pengusaha dengan warga harus terjalin dengan baik.
“Pihak kecamatan dan kelurahan pun harus proaktif jika ada keluhan warga ini. Komunikasikan agar bisa diselesaikan dengan musyawarah dan mufakat,” katanya.
Sementara salah seorang warga Jalan Ambai, Farid Wajdi menjelaskan, dalam setahun belakangan dibuat resah dengan berdirinya Pos Ambai Coffee yang telah berdampak negatif, baik secara sosial, lingkungan dan kenyamanan bagi warga sekitarnya.
Warga tidak pernah dimintai petsetujuan
Dia menjelaskan, dalam proses pendirian kafe tersebut warga terdampak langsung tidak pernah dimintai dan/atau memberi persetujuan, baik dari instansi pemerintah setempat maupun pemilik kafe. Sehingga sampai saat ini warga tidak mengetahui dengan pasti ada atau tidak izin usaha kafe tersebut.
Dalam prakteknya kafe tersebut telah beroperasi secara penuh mulai dari pagi, siang, sore, malam sampai dengan subuh alias dioperasikan secara penuh waktu 24 jam. Kafe dibuka dan terbuka setiap waktu secara penuh waktu dan pengunjung/tetamu bebas keluar masuk tanpa ada pembatasan baik dari sisi tempat maupun waktu kunjungan.
“Kami terganggu karena kafe telah menghasilkan suara bising seperti pasar malam, suara teriakan, tawa-canda atau ungkapan kotor lainnya dari perempuan dan laki-laki,” ujar komisioner Komisi Yudisial ini.(reza)