Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu
Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu

 

MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu meminta Kementerian Keuangan, dalam hal ini Dirjen Anggaran untuk memberikan perhatian kepada harga kelapa sawit yang tertekan oleh kebijakan DMO. Dia menilai harga awal tandan buah segar (TBS) kelapa sawit di level petani bisa mencapai harga yang lebih tinggi bila tak ada pungutan dan kebijakan Domestic Market Obligation (DMO) yang harus dipenuhi.

“Sekarang ini harga TBS sampai ke pabrik harganya berapa? Kalau tidak ada DMO, tidak ada pungutan maka mungkin harga sampai level petani itu bisa lebih tinggi. Oke lah kalau pungutan ini sebuah peraturan yang harus dipenuhi. Kalau tentang DMO saya pernah dapat hitungan bahwa tanpa DMO harga kelapa sawit itu 3.500/kg kalau dengan DMO tinggal Rp2.500, jadi kurang lebih ada selisih RP1.000,” ucap Gus Irawan Pasaribu.

Usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Dirjen Anggaran Kementerian Keuangan RI, Gus Irawan Pasaribu menegaskan bahwa DMO merupakan ‘alat’ untuk menjaga stabilitas harga minyak goreng. Sayangnya kebijakan tersebut tak pandang bulu sehingga berimbas besar pada petani kecil

“DMO itu untuk apa? Untuk stabilisasi harga minyak goreng. Artinya petani tidak ini peduli (tidak memandang kategori petani), ini petani yang ribuan hektar, ratusan ribu hektar, maupun petani yang 2 hektar (atau) 1 hektar misalnya petani kecil. itu semuanya nge-charge setiap kilogramnya untuk subsidi minyak goreng itu Rp1.000 dari yang dihasilkan,” lanjut legislator asal Sumut ini di Medan, Rabu (15/2/2023).

Dari sudut pandangnya, hal ini membuat para petani dengan lahan yang kecil terbebankan. Para petani kecil ini memiliki kapasitas produksi yang tak besar dan pendapatan yang terbatas namun para masih harus menanggung dampak kebijakan DMO.

Pada bulan Februari 2022 pemerintah menetapkan kenaikan DMO sebesar 50 persen hingga April mendatang. Angka ini menaikan DMO sebelumnya dari 300 ribu ton menjadi 450 ribu ton olahan kelapa sawit (CPO, olein dan minyak goreng) ke pasar lokal. Hal tersebut kemudian memberikan dampak dan tekanan bagi harga tandan buah segar sawit di tingkat petani.

Melalui kebijakan DMO, eksportir bahan baku minyak sawit perlu memasok setidaknya 20 persen dari total volume ekspor untuk pemenuhan pasar dalam negeri. Dengan harga dalam negeri yang lebih rendah dari harga dunia, maka pabrik pengolahan kelapa sawit ikut menekan petani guna mendapatkan bahan baku yang lebih rendah pula. Hal tersebut yang kemudian menjadi permasalahan di tingkat petani sawit. (rel/arn)