Para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin atau Ade Yasin dan beberapa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.
Para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin atau Ade Yasin dan beberapa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.

JAKARTA, kaldera.id – Kabar mengejutkan datang dari Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Para penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Bogor Ade Munawaroh Yasin atau Ade Yasin dan beberapa pihak dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Jawa Barat.

Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK Ali Fikri, kepada Kompas.com, Rabu (27/4/2022), mengatakan, operasi tangkap tangan dilakukan sejak Selasa (26/4/2022) malam hingga Rabu pagi.

“Kegiatan tangkap tangan ini dilakukan karena ada dugaan tindak pidana korupsi pemberian dan penerimaan suap,” ucap Ali.

Ali mengatakan, KPK saat ini masih memeriksa pihak-pihak yang ditangkap tersebut dan akan menetapkan statusnya dalam waktu 1×24 jam.

Nasib Ade Yasin ternyata mirip dengan sang kakak, Rachmat Yasin. Keduanya sama-sama berujung ditangkap KPK.

Rachmat dicokok dalam OTT KPK terkait kasus suap sebesar Rp 4,5 miliar dalam tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri (BJA).

Rachmat ditangkap KPK pada 7 Mei 2014 malam hari. Menurut laporan, saat itu Rachmat tengah melakukan kegiatan Boling atau Rebo Keliling di Kecamatan Bojong Gede, Kabupaten Bogor, Jawa Barat.

Selepas kegiatan itu, Rachmat pulang ke rumah pribadi di Perumahan Yasmin, Sektor II, Jalan WijayaKusuma Raya No 103, Curug Mekar, Bogor Barat, Kota Bogor.

Rachmat sudah dibuntuti oleh tim dari KPK

Saat itu sebenarnya Rachmat sudah dibuntuti oleh tim dari KPK. Tidak lama setelah Rachmat masuk ke rumah, tim KPK dengan menggunakan empat mobil tiba di rumah itu.

Empat penyidik KPK kemudian menjemput Rachmat dari rumah itu menuju kantor KPK di Kuningan, Jakarta.

Para petugas KPK yang lain juga langsung menggeledah ruang kerja dan ruang sekretaris Bupati Bogor di Kompleks Pemda Bogor, Jalan Raya Pemda, Cibinong.

Dalam OTT itu, KPK juga menangkap Kepala Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor Muhammad Zairin dan Franciskus Xaverius Yohan dari pihak swasta.

Setelah kasusnya diadili, Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung lantas memvonis Rachmat dengan pidana penjara selama 5 tahun 6 bulan terkait kasus suap tukar-menukar kawasan hutan PT Bukit Jonggol Asri. Vonis itu dibacakan Hakim Ketua Barita Lumban Gaol SH dalam sidang putusan di Pengadilan Tipikor Bandung, Jawa Barat, 27 November 2014.

“Menjatuhkan pidana penjara lima tahun enam bulan dikurangi selama terdakwa ditahan,” kata Hakim Barita, seperti dikutip Antara.

Barita juga menjatuhkan pidana denda kepada Rachmat sebesar Rp 300 juta atau subsider tiga bulan kurungan penjara. Rachmat juga dikenai hukuman tambahan pencabutan hak dipilih selama dua tahun.

Hakim menyatakan Rachmat terbukti bersalah melanggar Pasal 12 (a) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001.

Menurut hakim, hal yang memberatkan hukuman Rachmat adalah tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi atau menyalahgunakan jabatannya.

Selain itu, lanjut Hakim Barita, Rachmat sebagai Bupati Bogor tidak memberikan contoh bagi masyarakat dalam pemberantasan korupsi, kolusi, dan nepotisme.

Hal yang meringankan Rachmat, selama proses persidangan terdakwa mengakui bersalah, menyesal, kemudian tidak pernah dihukum dan sudah menyerahkan uang suap yang diterimanya dari pemilik perusahaan PT BJA, Cahyadi Kumala, melalui anak buahnya Johan ke KPK.

“Hal yang meringankan terdakwa menyesal, tak pernah dihukum, dan sudah menyerahkan uang ke KPK,” katanya.

Putusan vonis terhadap Rachmat dalam perkara itu lebih rendah daripada tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) KPK, yakni tujuh tahun enam bulan penjara.

Menanggapi vonis itu, Rachmat Yasin menyatakan putusan hakim.

“Saya ucapkan innalillahi wainnailaihi rojiun. Saya menerima putusan lima tahun penjara tanpa menggunakan hak proses hukum selanjutnya,” kata Rachmat.

Rachmat Yasin juga dijerat dalam kasus gratifikasi. Terkait perkara itu, majelis hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 2 tahun 8 bulan penjara kepada mantan Bupati Bogor itu.

Hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Rachmat lebih rendah

Putusan itu dibacakan majelis hakim yang diketuai Asep Sumirat pada 22 Maret 2021. Hukuman yang dijatuhkan hakim terhadap Rachmat lebih rendah daripada tuntutan dari jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yakni pidana penjara selama 4 tahun 2 bulan.

Hakim Asep juga menghukum Rachmat dengan pidana denda sebesar Rp 200 juta. Jika tak mampu membayar, maka Rachmat harus menjalani tambahan waktu di penjara selama 2 bulan.

Dalam kasus itu, Rachmat disebut menerima gratifikasi dari SKPD Kabupaten Bogor dengan total sekitar Rp 8,9 miliar. Gratifikasi itu disebut untuk kepentingan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bogor pada 2013 dan Pemilu 2014.

Bentuk gratifikasi lain yang didapat Rachmat Yasin adalah berupa tanah seluas 170.442 hektar yang terletak di Desa Singasari, Kecamatan Jonggol, Kabupaten Bogor. Dalam sidang terbukti tanah itu diberikan oleh seorang pengusaha bernama Rudy Wahab untuk keperluan pengurusan izin pembangunan pesantren.

Majelis hakim menyatakan, mantan Bupati Bogor itu terbukti bersalah sesuai dakwan pertama, yakni Pasal 12 B juncto Pasal 12 C Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. (kompas)