Dan ‘Mereka’ Pun Menyerang PHRI Sumut

Armin Nasution
Armin Nasution

Oleh: Armin Nasution

TULISAN ini tidak ingin menyerang siapapun karena posisi saya berbeda dengan ‘mereka’ pada judul di atas. Sebenarnya pun saya tak begitu tertarik menuangkan tulisan ini apalagi hanya soal Musda PHRI yang levelnya sebatas Sumut dan pun menaungi satu sektor saja yaitu hotel dan restoran dibawah sektor pariwisata.

Karena bagi saya, masih lebih penting menulis di level yang lebih tinggi dan kalau bisa malah jadi juara lomba karya tulis lagi. Minimal bisa dijadikan modal buat libur panjang dari Natal sampai Tahun Baru 2021 nanti.

Tapi begitu mencermati eskalasi yang terjadi di Musda PHRI Sumut ke XII saya tergelitik juga. Berbagai tuduhan dan serangan sepertinya dialamatkan ke pengurus yang sudah berjuang selama lima tahun ini. Uniknya ‘black campaign’ diletupkan di media sosial dan media online non mainstream. Maaf bukan mau mengukur mana media online mainstream dan mana bukan, tapi sesama orang media kita pasti memahaminya.

Tiga isu yang digoreng

Kadang satu isu ‘digoreng’ hanya untuk menyeracau, istilah omak-omak biasanya ‘ngomel’. Apa isu yang dikemas? Pertama bahwa selama lima tahun ini pengurus PHRI Sumut tidak berbuat apa-apa. Kedua, laporan keuangan dan pertanggungjawaban tidak mencerminkan prinsip akuntabilitas dan transparan. Ketiga, Musda digelar dengan cara tidak demokratis.

Bagi saya ini sebenarnya isu dan ‘gorengan’ murahan. Saya pasti tidak ingin menjawab itu dengan gamblang. Tapi begini, seperti pernah dijelaskan bahwa PHRI Sumut sempat vakum delapan tahun sebelum aktif kembali tahun 2015 di bawah ketua terpilih Denny S Wardhana.

Dari situlah kemudian BPD PHRI Sumut aktif kembali. Mendirikan sekretariat, mengumpulkan anggota yang sempat hilang, mendirikan BPC di beberapa daerah dan memfasilitasi anggota untuk menghadapi berbagai problem yang muncul di sektor ini.

Mungkin ini pun tak menarik. Karena memang organisasi ini sudah berjalan lima tahun terakhir. Bahkan di beberapa perusahaan dan instansi pemerintah seperti Kementerian Pariwisata, Dinas Pariwisata daerah, BNSP, pemerintah kabupaten kota mulai dari Medan sampai Nias, Bank Indonesia, PLN, Kadin Sumut atau juga perguruan tinggi negeri dan swasta menggandeng PHRI Sumut dalam banyak kegiatan dan kerjasama. Artinya organisasi ini diakui peran dan kiprahnya.

Bahkan dalam problem yang muncul atas berbagai kebijakan lalu memberatkan member, PHRI Sumut selalu bergerak mengakomodasi kepentingan anggota. Misalnya saat ada kebijakan pemerintah soal larangan rapat di hotel, PHRI Sumut menyuarakan keberatan itu ke pusat. Ketika terjadi tarik menarik soal penggunaan genset, pun PHRI memfasilitasi pertemuan untuk mencari solusi pada pembuat kebijakan. Begitu juga dengan beberapa Perda yang dianggap memberatkan PHRI turun tangan.

Atau ketika pengurusan izin perhotelan menggunakan sistem OSS, semua anggota diundang untuk sosialisasi dan memahaminya. Atau saat covid-19 bagaimana PHRI meminta berbagai keringanan dan mengakomodasi keluhan anggota agar tetap bisa bertahan sudah dijalankan. Sebenarnya kalau mau dijelaskan panjang apa yang dilakukan PHRI, tulisan ini akan seperti buku.

Laporang pertanggungjawaban dan keuangan

Lantas yang kedua adalah soal laporan pertanggungjawaban dan keuangan. Topik ini langsung heboh. Sebenarnya begini. Sebelum Musda PHRI, saya sudah dapat info bahwa sudah disetting ada beberapa orang yang akan mengajukan pertanyaan dan mengkomplain laporan pertanggungjawaban dan keuangan. Tujuannya agar laporan ketua tidak diterima.

Tapi penggagas ide ini kemudian tidak mendapat tempat dan waktu. Sehingga Musda PHRI Sumut memang berjalan sesuai rapat pleno yang sudah ditentukan. Siapa penggagas mosi tidak percaya ini? Ah, kita tahu sama tahu sajalah. Karena sebenarnya di berbagai jejaring media sosial ataupun whatsapp informasi itu disebar. Jadinya kita memang tahu sama tahu. Masa sesama orang lapangan kita tidak bisa mencium siapa kawan dan siapa lawan serta siapa penghianatnya?

Ketika ketua lama menyampaikan pidato pertangungjawaban dan laporan keuangan, mereka tidak punya moment dan waktu untuk menyerangnya. Sehingga si penggagas atau juga yang ikut meninjau merasa kecewa. Mereka berharap sesi ini jadi ‘genderang perang’ mempermalukan pengurus lama.

Mereka berharap saat itulah misi yang tepat menjegal semua laporan pertanggungjawaban dan laporan keuangan. Tapi kemudian ketika ditanya ke floor, utusan dari BPC menyetujui semua laporan pertanggungjawaban dan laporan keuangan. Cuma BPC Deliserdang yang diwakili Jittar Manurung yang komplen. Dia merepet sedikit tapi kemudian menyetujuinya. Bahkan saya yang dibelakangnya pun seperti tak jelas faham apa yang dibicarakannya. Tapi kemudian diujung kalimat dia bilang: kami pun menerima. Kadang-kadang lucu-lucu juga kawan-kawan hotel ini.

Komplen di medsos dan media online

Soal laporan keuangan saat ditanyakan di floor, Denny Wardhana menjawab bahwa dia tidak menampilkan di slide dan layar karena sangat panjang dan waktu yang dibatasi. Tapi bagi pengurus dan member yang ingin mengaksesnya bukan hanya kertas laporan yang mau dia berikan. File laporan pertanggungjawaban pun siap dicopy paste ke yang meminta kalau merasa kurang jelas, kata Denny S Wardhana.

Kemudian yang hadir,dari BPC, dari para calon ketua lain dan juga peninjau yang sepertinya ‘sengaja’ didatangkan pun tak mau meminta laporan itu. Mereka lebih mau berkomentar di medsos atau mengundang media online ‘non mainstream’ tadi. Karena di situ mereka lebih bebas berekpresi dan ‘menggosip’ sepuasnya.

Kenapa? Karena itu tadi, mereka tak dapat tempat di arena Musda untuk menjegal. Karena sebelumnya sudah berfikir akan membuat heboh ajang tersebut dan kalau bisa menjegal pengurus lama. Padahal Musda itu sendiri mengacu langsung pada arahan BPP PHRI dan AD/ART.

Makanya saya yakin ‘mereka’ yang kawan-kawan sesama hotelier juga kecewa karena Musda tidak sampai ribut. Soal laporan pertanggungjawaban dan keuangan terjawab sudah ya. Siapapun yang mau laporan keuangannya tentu saja pengurus dan member, bisa mengaksesnya ke sekretariat PHRI untuk melihat sedetil-detilnya. Itu pengurus dan member ya. Kalau ada pula peninjau meminta, tidak ada kewajiban pengurus menyerahkannya. Makanya mungkin karena tidak mendapat akses lalu mencoba lewat media online untuk menampung suara. Karena ketika dulu berjuang mengumpul suara rakyat untuk jadi wakil rakyat tak kesampaian.

Musda yang demokratis

Soal ketiga, terkait tudingan Musda digelar dengan cara tidak demokratis. Ini pun harus diclearkan. Karena BPP PHRI langsung ikut urun rembug di forum itu. Kemudian arahan juga sudah sesuai AD/ART. Kalau berharap bahwa saat laporan pertanggungjawaban dan adu visi misi seperti debat Pilkada, itu bukan PHRI namanya.

Yang mengherankan lagi, di forum Musda itu ada Sekjen BPP PHRI langsung, tapi yang komplen tak berani angkat suara. Beraninya cuma itu tadi, komentar di medsos dan media online.

Tentu muncul pertanyaan. Siapa sebenarnya ‘mereka’ yang dimaksud pada judul di atas? Jawabannya ya kawan-kawan kita juga di perhotelan. Kan tidak etis kalau saya tulis nama-namanya di sini. Atau masih mau juga? Japri saya biar jelas, siapa kawan, siapa lawan siapa penghianat. (penulis adalah jurnalis)