MEDAN,kaldera.id – Pilkada Kota Medan 2020 berjalan lebih sengit dan menarik dari beberapa kontestasi sebelumnya. Sebab, kali ini kontestasi akan menghadirkan pertarungan antara dua sosok yang sama-sama memiliki banyak keunggulan.
Sosok pertama adalah Akhyar Nasution. Hadir dengan status sebagai petahana. Sebagaimana dipahami, petahana memiliki kekuatan yang besar karena telah mengenyam banyak pengalaman di birokrasi.
Sedangkan sosok kedua, Bobby Nasution. Memiliki keunggulan sebagai sosok milenial yang berlatarbelakang terpelajar dan pengusaha. Dikenal sebagai menantu dari Presiden Jokowi.
Keduanya memiliki marga yang sama. Namun, karakter yang sangat bertolak belakang. Akhyar dikenal memiliki karakter ekpsresif atau terkesan tempramen.
Sedangkan Bobby Nasution, santun dan ramah
Menurut Akademisi dari UMA, Ara Auza, karakter sangat erat hubungannya dengan kebutuhan calon pemimpin akan citra positif saat tampil di hadapan publik.
“Citra positif ini diperlukan untuk mendapatkan dengan mudah dukungan dari masyarakat. Dapat dibentuk atau dicitrakan melalui pesan yang disampaikan,” katanya saat diwawancarai, Rabu (29/7/2020).
Dalam memenangkan pertarungan citra, seorang calon pemimpin harus mampu menguasai pesan verbal dan pesan non verbal sekaligus. Pesan tersebut dikonstruksi sedemikian rupa untuk menghasilkan citra diri yang positif sebagai pemimpin.
“Contoh sederhana dilakukan Presiden Jokowi. Citra yang ditampilkan Presiden Jokowi melalui media menggunakan simbol-simbol non verbal kesederhanaan seperti, penggunaan pakaian yang sederhana dan cara blusukan yang menampilkan citra non verbal Presiden Jokowi yang dekat dengan rakyat,” jelasnya.
“Pesan non verbal ini harus inheren (satu kesatuan) dengan pesan verbal yang disampaikan presiden melalui media massa. Bentuk teks dan pengutipan ucapan dari Presiden, ditampilkan sedemikian rupa memiliki kesesuaian dengan pesan non verbal,” sambung Sekretaris Program Studi Ilmu Komunikasi Universitas Medan Area tersebut.
Sementara dalam komunikasi Akhyar yang kerap menunjukkan karakter tempramental, akan sulit untuk diterima oleh masyarakat serta sulit untuk diperbaiki.
Menurut Ara, masyarakat lebih mudah untuk mengingat hal yang pertama kali dilihat dibandingkan dengan tampilan lain yang ditampilkan setelah kejadian.
“Hal ini biasanya menjadi tantangan bagi Akhyar untuk dapat memperbaiki citra di masyarakat. Ilustrasi sederhana bagaimana opini masyarakat terhadap citra digambarkan seperti melemparkan lumpur ke dinding cat putih. Walaupun bisa dihapus, namun tetap membekas,” paparnya.
Sedangkan tentang karakter yang selama ini ditunjukkan Bobby Nasution, Ara menilai bahwa suami dari Kahiyang Ayu itu telah memenuhi instrumen-instrumen terwujudnya citra positif.
“Diperlukan beberapa instrumen seperti kredibilitas penyampai pesan, jangka waktu, keterjangkauan khalayak dan faktor-faktor pendukung lainnya sehingga tujuan untuk mendapatkan citra positif dapat terwujud. Bobby sudah berhasil memulainya, tinggal memaksimalkan. Sementara Akhyar perlu kerja keras untuk memperbaiki,” pungkas Ara. (reza sahab)