Memaknai Posting ‘untiltomorrow’ Selama Pandemi Corona

Memaknai Posting 'untiltomorrow' Selama Pandemi Corona
Memaknai Posting 'untiltomorrow' Selama Pandemi Corona

JAKARTA, kaldera.id – Tantangan di Instagram dan Facebook #untiltomorrow sempat viral pada minggu terakhir Maret di tengah wabah virus corona Covid-19. Tantangan ini mengajak para pemilik akun untuk mengunggah foto konyol mereka dan diberi tanda pagar #untiltomorrow.

Foto harus tetap ada pada laman mereka, setidaknya selama satu hari sebelum dapat dihapus. Fenomena tantangan yang cepat merebak dalam waktu kurang dari 1 minggu ini, diikuti lebih dari 3 juta posting.

Pengamat budaya dan komunikasi digital dari Universitas Indonesia, Firman Kurniawan mengatakan para ahli komunikasi dan informasi digital menduga meroketnya tantangan ini dipengaruhi oleh kondisi Covid-19 yang membuat situasi media sosial mencekam dan menakutkan.

Firman mengatakan masyarakat di media sosial mengalihkan diri dari informasi Covid-19 dengan mengikuti tantangan until tomorrow.

“Masyarakat media sosial butuh informasi yang lebih segar dan mengendorkan ketegangan mental. Masyarakat membutuhkan informasi pengalih, agar jiwanya tetap sehat,” kata Firman kepada CNNIndonesia.com, Rabu (8/4/2020).

Firman juga menjelaskan until tomorrow bisa bisa dibaca sebagai dua hal. Pertama, jika dikaitkan dengan penularan Covid-19, itulah gambaran nyata virus menyebar, menular dan menginfeksi banyak manusia. Dalam waktu singkat, menjangkau masyarakat demikian banyak dan cepat.

Kedua, tantangan itu bisa demikian luas dan cepat menyebar, hanya bisa terjadi di dalam masyarakat jejaring. Firman mengatakan masyarakat jejaring atau network society banyak dikemukakan para ilmuwan sosial.

Salah satunya adalah Manuel Castells yang mengemukakan pikirannya lewat trilogi bukunya The Rise of Network Society, 1996-1998.

“Inti pemikirannya tentang network society adalah terjadinya perubahan bentuk masyarakat akibat masifnya penggunaan perangkat elektronik mikro ponsel pintar, tab, laptop dan lain-lain. Masyarakat terhubung satu sama lain membentuk jejaring, dengan informasi sebagai bahan bakunya,” ujar Firman.

Dalam kasus until tomorrow, informasi yang kuat di tengah konteks kejenuhan mengkonsumsi Covid-19, menyebabkan terbentuknya jejaring pengalihan.

Firman mengatakan terbentuknya jejaring informasi  yang viral ini lebih mudah dibayangkan dengan analogi obat nyamuk bakar. Dengan adanya pembakaran dengan arah dari dalam ke luar, yang makin lama makin besar lingkarannya.

“Melebarnya lingkaran menggambarkan makin banyaknya orang yang diterpa informasi sama dan terpengaruh. Tentu saja, dengan informasi yang sama itu, timbul implikasi pembentukan persepsi yang serupa ala until tomorrow, posting foto konyol,” tutur Firman.

Untuk dorong imbauan

Firman mengatakan kekuatan pemerintah terbatas untuk menghadapi ancaman penularan yang luas dan cepat.

Oleh karena itu, ia menyarankan dapat dikembangkan pola komunikasi yang berbasis masyarakat jejaring untuk mengeluarkan himbauan physical distancing, #workfromhome, #dirumahaja hingga Pembatasan Sektor Berskala Besar (PSBB).

Pola komunikasi ini mengandalkan kelompok usia muda yang berjumlah 35 persen dari sekitar 165 juta pengguna internet di Indonesia.

“Kemenkominfo memetakan komunitas-komunitas yang ‘didengar’, punya follower banyak, kreatif memproduksi konten. Kelompok muda ini menginisiasi pesan-pesan tunggal yang harus segera dipatuhi. PSBB ditularkan lewat komunitas komunitas, dibuat menular seperti until tomorrow challenge, ” tutur Firman.

Firman mengatakan upaya tersebut diikuti dengan posting secara masif terkait dipatuhinya pesan atau himbauan oleh berbagai kelompok. Sesuai teori social proof yang dikemukakan oleh Richard Shutton, persepsi masyarakat dapat terbentuk berdasar bukti sosial kepatuhan masyarakat mayoritas.

“Jadi jika hari ini PSBB, psysical distancing atau #dirumahaja yang dianggap kebenaran untuk mencegah penularan Covid-19, maka gaungkanlah secepat secepatnya sehingga menjadi norma baru yang dipatuhi. Lewat masyarakat jejaring yang aktif di media sosial, upaya itu tak mustahil,” tutur Firman.(cnn/tim)