Tip Menghemat Selama WFH agar Keuangan Rumah Tangga tak Jebol

Ilustrasi ibu rumah tangga sedang memasak. Selama WFH keuangan rumah tangga bisa jebol jika tak berhemat.
Ilustrasi ibu rumah tangga sedang memasak. Selama WFH keuangan rumah tangga bisa jebol jika tak berhemat.

JAKARTA, kaldera.id – Sebagian orang mungkin mengeluh bosan dengan kebijakan bekerja dari rumah (work from home). Sebagian lain, justru bersorak gembira karena bisa menghemat biaya transportasi, biaya jajan, hingga biaya nongkrong – nongkrong.

Maklum, kebijakan work from home, termasuk school from home sudah dijalani nyaris sebulan terakhir. Hal ini dikarenakan penyebaran virus corona belum reda. Bahkan, meningkat menjadi 1.790 kasus per Kamis (2/4/2020), dengan tingkat kematian nyaris 10 persen.

Situasi ini tentu menjadi tantangan tersendiri bagi ibu rumah tangga dalam mengatur keuangan. Masalahnya, bekerja atau sekolah dari rumah terkadang membuat jumlah pengeluaran menjadi berkali-kali lipat dibandingkan dengan situasi normal.

Inilah yang harus dipikirkan para ibu sebagai bendahara rumah tangga. Jika tak hati-hati, keuangan dalam beberapa bulan ke depan bisa saja jebol.

Perencana Keuangan OneShildt Financial Planning Lusiana Darmawan mengatakan beberapa komponen pengeluaran rumah tangga otomatis akan meningkat dengan penerapan bekerja dan sekolah dari rumah.

Misalnya, penggunaan air dan listrik akan lebih sering dari biasanya, sehingga tarif yang harus dibayar juga berpotensi meningkat.

Begitu juga dengan penggunaan gas. Kegiatan masak di rumah otomatis akan meningkat dari biasanya, maka itu gas menjadi lebih cepat habis dan pengeluaran untuk membeli gas akan lebih besar.

Kemudian, sang ibu juga harus memikirkan makanan ringan untuk anak yang lebih banyak karena penerapan sekolah di rumah. Ini semua bisa membuat ibu rumah tangga pusing untuk mengatur keuangan keluarga.

Namun, Anda sebagai ibu rumah tangga tak perlu khawatir. Lusiana menyatakan work from home dan school from home juga bisa memberi dampak positif untuk keuangan keluarga.

Misalnya, kebutuhan untuk transportasi sehari-hari dan uang jajan anak sekolah otomatis akan berkurang karena banyak menghabiskan waktu di rumah.

Nah, sang ibu bisa menutup kenaikan sejumlah kebutuhan rumah tangga dengan dana yang sebelumnya digunakan untuk transportasi sehari – hari dan uang jajan anak sekolah.

WFH dan SFH Menghemat

Ibaratnya, realokasi dana dari transportasi dan jajan di luar. “Bisa subsidi silang. Uang transportasi misal suami dan istri bisa jadi berkurang, uang jajan anak juga. Uang itu bisa digunakan untuk bayar keperluan keluarga yang naik,” ungkap Lusiana kepada CNNIndonesia.com, Kamis (2/4/2020).

Jadi, ibu rumah tangga tak perlu sampai menambah alokasi belanja keluar per bulannya selama menerapkan working from home dan school from home.

Namun, jika dana yang seharusnya digunakan sebagai transportasi dan uang jajan anak tak cukup untuk membayar kenaikan komponen kebutuhan rumah tangga lain, Lusiana menyatakan tak masalah bagi ibu rumah tangga menambah alokasi belanjanya.

Tapi, jangan sampai tambahan itu naik signifikan. “Makanya harus ada strateginya,” imbuh Lusiana.

Ambil contoh, ibu rumah tangga bisa mulai menyiapkan rencana mingguan dengan menyiapkan menu makan untuk keluarga, mulai dari sarapan, makan siang, makan malam, dan makanan ringan. Dengan begitu, jumlah pengeluaran bisa diukur.

“Jadi didata dulu untuk belanja apa saja. Beli juga secukupnya, beli yang perlu, jangan beli yang berlebihan dan justru tidak sehat,” terang Lusiana.

Selain itu, anggota keluarga juga harus menahan untuk membeli barang-barang yang tidak penting. Ia menyarankan agar dana hanya digunakan untuk membeli barang pokok dan membayar fasilitas untuk kebutuhan sehari-hari, seperti listrik, air, gas, dan sekolah anak.

“Lupakan dulu kebutuhan yang menyangkut gaya hidup, seperti mau beli baju atau sepatu. Situasi tidak pasti karena virus corona ini tidak ada yang tahu sampai kapan, jadi harus ikat pinggang dulu untuk jaga-jaga,” jelas Lusiana.

Menurut dia, ibu rumah tangga bisa mengalokasikan untuk konsumsi sebesar 45 persen-50 persen dari total penghasilan keluarga. Konsumsi yang dimaksud mulai dari belanja kebutuhan sehari-hari, bayar air, listrik, dan memenuhi kebutuhan gaya hidup.

“Nah dari situ bisa diatur sendiri berapa gaya hidup, kewajiban membayar listrik atau air, dan belanja kebutuhan sehari-hari,” tutur dia.

Bekerja Dari Rumah (Work From Home)

Yang penting, Lusiana mengingatkan agar ibu rumah tangga tidak panik dengan membeli banyak barang secara berlebihan untuk disimpan di rumah. Selain itu, sang ibu juga harus menomorsatukan kebutuhan primer dibandingkan yang lainnya.

“Jangan boros, jangan panik. Fokus ke biaya-biaya primer, seperti untuk makan sehari-hari. Bayar kewajiban tiap bulan, lupakan dulu kebutuhan gaya hidup,” ucap Lusiana.

Perencana Keuangan Finansia Consulting Eko Endarto berpendapat pengeluaran yang berkurang karena bekerja dari rumah dan anak yang juga sekolah dari rumah bisa dimanfaatkan untuk menambah tabungan keluarga.

“Coba dipaksain dulu anggaran yang harusnya digunakan untuk transportasi dan uang jajan anak dimasukkan ke rekening terpisah, jangan dipakai,” ujar Eko.

Menurut dia, ibu rumah tangga justru harus berusaha menekan pengeluaran di tengah situasi yang serba tidak pasti seperti sekarang. Eko menyarankan keluarga bisa berkomitmen untuk tak jajan berlebihan yang mengakibatkan pengeluaran menjadi bengkak.

“Kadang-kadang bekerja dari rumah jadi borong karena tergoda untuk jajan lebih banyak, beli kopi, martabak untuk sore-sore,” tutur Eko.

Jika itu bisa ditahan, maka total pengeluaran keluarga tak akan bengkak atau bahkan bisa lebih rendah dari bulan – bulan sebelumnya. Eko menyatakan ibu rumah tangga tak perlu khawatir dengan potensi kenaikan pembayaran listrik, air, dan pembelian gas.

“Seharusnya kalau pun naik tidak terlalu tinggi. Misalnya ibu rumah tangga tidak bekerja, kan dia pasti memang menggunakan listrik, lalu anak sekolah biasanya siang juga sudah pulang. Mungkin, ada tambahan dari suami yang bekerja dari rumah. Harusnya tidak banyak,” jelas Eko.

Di sisi lain, Eko juga sependapat dengan Lusiana, di mana ibu rumah tangga dapat mengalokasikan konsumsi sebesar 50 persen dari total pendapatan keluarga. Dalam alokasi konsumsi itu, ibu rumah tangga harus mengutamakan penggunaan untuk membayar kebutuhan sehari-hari, seperti listrik, air, gas, dan makan.

“Lalu juga uang sekolah anak lalu gaya hidup. Utamakan dulu yang tagihan bulanan untuk kebutuhan sehari-hari,” kata Eko.

Kemudian, Eko menambahkan ibu rumah tangga juga harus mengalokasikan pendapatan keluarga sebesar 10 persen untuk investasi dan 10 lagi untuk dana darurat. Lalu, sisanya 30 persen digunakan untuk membayar cicilan utang.(cnn/tim/kaldera)