MEDAN, kaldera.id- Anggota Komisi XI DPR RI Gus Irawan Pasaribu mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (RUU HKPD) akan memuat pengaturan yang menjembatani sinergi kebijakan fiskal antara pusat dan daerah. Desentralisasi fiskal di Indonesia diarahkan untuk menjadi instrumen dalam mencapai tujuan bernegara.
“Sebagai instrumen fiskal, kebijakan desentralisasi fiskal menjadi alat pendanaan dalam penyelenggaraan fungsi dan kewenangan yang sudah diserahkan kepada pemerintah daerah, dengan tetap menjaga keselarasan dan kesinambungan fiskal nasional melalui implementasi Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 dan UU Nomor 28 Tahun 2009,” kata dia usai mengikuti rapat kerja virtual Komisi XI DPR RI bersama Menteri Keuangan dan Menteri Hukum dan HAM guna mendengarkan pengantar pemerintah atas RUU HKPD, Senin (28/6/2021).
Satu dekade pelaksanaan kedua UU tersebut, dinilainya, telah terjadi dinamika perkembangan keadaan yang cukup signifikan dan sekaligus memunculkan berbagai tantangan dalam pelaksanaan desentralisasi fiskal. Terlebih selama Covid-19, berbagai isu krusial mengemuka mulai dari efektifitas dan kualitas belanja daerah, tingginya kebutuhan pendanaan infrastruktur daerah, perlunya upaya peningkatan kapasitas perpajakan daerah, ataupun sinergi kebijakan antara pusat dan daerah.
Kebijakan baru yang berorientasi
“Berbagai upaya perbaikan telah dilakukan secara parsial, antara lain melalui UU APBN, seperti, penggunaan DAU (Dana Alokasi Umum) untuk infrastruktur, alokasi DAK (Dana Alokasi Khusus) berbasis usulan, aturan penggunaan DBH (Dana Bagi Hasil) Dana Reboisasi. Untuk menjawab berbagai tantangan tersebut, perlu disusun kebijakan baru yang berorientasi pada peningkatan kualitas belanja daerah, optimalisasi pencapaian kinerja daerah dalam meningkatkan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat,” ungkap Gus Irawan Pasaribu.
Melalui sinergi dan kolaborasi mendukung target pembangunan nasional serta peningkatan kapasitas perpajakan daerah, Pemerintah dan DPR menyusun RUU HKPD sebagai penyempurnaan atas UU 33 tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, dan UU 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Hal itu dibutuhkan guna menjaga kesinambungan fiskal ditengah kondisi ketidakpastian perekonomian global.
“Pembahasan RUU HKPD ini diharapkan dapat mampu memberikan perbaikan yang signifikan terhadap pemerataan pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat atas berbagai capaian indikator ekonomi dan sosial. Mulai dari Indeks Pembangunan Manusia (IPM), tingkat kemiskinan, angka harapan hidup, produk domestik bruto regional, dan ketimpangan kemampuan keuangan antar kelompok masyarakat,” tegasnya.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, RUU HKPD akan mencakup pengembangan pajak daerah yang mendukung alokasi sumber daya nasional secara efisien. Dengan demikian, ketimpangan kemampuan fiskal antara provinsi dan kabupaten/kota diharapkan akan semakin mengecil ke depannya. Pemerintah juga mendorong reformasi HKPD untuk menciptakan alokasi sumber daya nasional yang efisien.
Peningkatan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah
“RUU HKPD juga akan mendorong peningkatan penerimaan pajak daerah dan retribusi daerah melalui sumber perpajakan daerah baru dan option perpajakan daerah antara provinsi dan kabupaten/kota. Selain itu, pemda juga dapat menghapus retribusi layanan wajib, serta menggunakan instrumen fiskal daerah untuk mendukung kemudahan berusaha,” papar Menkeu.
Reformasi HKPD juga diarahkan untuk meminimalkan ketimpangan vertikal dan horizontal melalui redesain transfer ke daerah, memperluas skema pembiayaan daerah, serta menerapkan skema sinergi pendanaan agar fokus pada penyelesaian program strategis. Selain itu, dilakukan upaya untuk mendorong peningkatan kualitas belanja daerah melalui kebijakan transfer ke daerah.
“Nantinya, pengelolaan transfer ke daerah akan berbasis kinerja, serta penggunaannya difokuskan untuk peningkatan kualitas dan kuantitas pelayanan publik. Pemerintah juga akan mengharmonisasi belanja pusat dan daerah untuk penyelenggaraan layanan publik yang optimal. Melalui harmoni itu pula, defisit APBD akan dapat dikendalikan, APBD mudah di-refocusing, serta sistem informasi fiskal pusat-daerah menjadi lebih kuat,” pungkas Menkeu. (finta rahyuni)