KPPU Medan Dalami Temuan 1,1 Juta Kilogram Minyak Goreng

Kepala Kanwil I KPPU Medan, Ridho Pamungkas menegaskan, pihaknya masih mendalami kasus temuan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang ditemukan Tim Satgas Pangan Sumut di salah satu gudang kawasan Deli Serdang beberapa waktunya lalu.
Kepala Kanwil I KPPU Medan, Ridho Pamungkas menegaskan, pihaknya masih mendalami kasus temuan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang ditemukan Tim Satgas Pangan Sumut di salah satu gudang kawasan Deli Serdang beberapa waktunya lalu.

MEDAN, kaldera.id – Kepala Kanwil I KPPU Medan, Ridho Pamungkas menegaskan, pihaknya masih mendalami kasus temuan 1,1 juta kilogram minyak goreng yang ditemukan Tim Satgas Pangan Sumut di salah satu gudang kawasan Deli Serdang beberapa waktunya lalu.

Meskipun pihak kepolisian telah menyatakan minyak goreng yang ditemukan tersebut bukan penimbunan.

Dirinya mengungkapkan, bahwa masalah definisi dan kriteria penimbunan sesuai dengan Perpres 71/2015 menjadi ranah pihak kepolisian, dan kepolisian sudah melakukan pendalaman terkait jumlah dan waktu tertentu, serta pada saat terjadi kelangkaan barang.

“Namun KPPU sendiri masih akan mendalami apakah temuan tersebut terkait dengan penahanan pasokan dalam rangka mengatur harga sebagaimana diatur dalam UU No5/99 atau tidak,” katanya, Jumat (25/2/2022).

Dari perspektif persaingan usaha, tindakan penimbunan atau menahan pasokan dapat efektif dalam rangka mengatur harga ketika pelaku merupakan penguasa pasar atau secara bersama-sama dengan pelaku usaha sejenis melakukan hal yang sama.

“Ketika harga HET sudah ditetapkan oleh pemerintah, namun masih tetap terjadi penimbunan, maka kemungkinan ada alasan atau motif tertentu lainnya,” katanya.

Terjadinya kelangkaan minyak goreng

Fakta di lapangan, terjadinya kelangkaan minyak goreng di pasar dan pendistribusi minyak goreng sesuai HET belum merata di sejumlah tempat. Hal tersebut dapat memicu berbagai perilaku pelaku usaha dalam rangka memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. Di tingkat produsen misalnya, mereka akan lebih memilih untuk menyalurkan minyak gorengnya ke industri karena untuk industri tidak ada ketentuan mengenai HET.

“Di tingkat distributor, mereka juga dapat saja memilih untuk menyalurkan ke industri untuk mendapatkan untung lebih besar. Di tingkat ritailer, beberapa pedagang ada yang memanfaatkan untuk menjual minyak goreng dengan syarat tertentu, misalnya harus minimal belanja 300.000 atau dipaketkan dengan produk lain (tying atau bundling),”ujarnya.

Mengenai tying atau bundling, Ridho mengatakan, bahwa bundling adalah suatu strategi pemasaran. Dimana, produk dikelompokkan bersama menjadi dua atau lebih dalam satu kemasan penjualan dengan satu harga.

Sementara praktik tying adalah, upaya yang dilakukan pihak penjual yang mensyaratkan konsumen untuk membeli produk kedua saat mereka membeli produk pertama. Atau paling tidak konsumen sepakat untuk tidak membeli produk kedua di tempat lain. Kedua perilaku tersebut merupakan bentuk pelanggaran terhadap UU No 5/99.

Terkait dengan hal itu, KPPU bersama pemerintah, satgas pangan, ombudsman dan stakeholder lain, berdasarkan kewenangannya masing-masing akan tetap melakukan pengawasan terhadap pendistribusian minyak goreng di masyarakat.

“Saya berharap ada kebijakan yang lebih berpihak pada masyarakat menengah bawah dan UMKM yang saat ini kesulitan mendapatkan minyak goreng dengan harga HET,” pungkasnya.(efri/rel)