Pendekatan ‘Follow The Money’ Dalam Mengungkap Kasus Kejahatan Narkotika

Putri Angginamora Mahasiswa Program Studi (S2) Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan
Putri Angginamora Mahasiswa Program Studi (S2) Magister Ilmu Hukum, Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan

 

MEDAN, kaldera.id – Peredaran maupun penyalahgunaan narkotika di Tanah Air, belakangan ini kian meresahkan. Bahkan telah masuk dalam tahap yang mengkhawatirkan karena untuk mendapatkannya tidaklah sulit.

Mengutip laman Badan Narkotika Nasional, yang dimaksud dengan narkotika adalah zat atau obat baik yang bersifat alamiah, sintetis, maupun semi sintetis yang menimbulkan efek penurunan kesadaran, halusinasi, serta daya rangsang.

Sementara, menurut UU Narkotika Pasal 1 Ayat 1 menyatakan bahwa narkotika merupakan zat buatan atau pun yang berasal dari tanaman yang memberikan efek halusinasi, menurunnya kesadaran, serta menyebabkan kecanduan. Obat-obatan tersebut dapat menimbulkan kecanduan jika pemakaiannya berlebihan.

Berdasarkan data Indonesia Drugs Report 2022 Pusat Penelitian Data dan Informasi BNN, prevalensi pengguna narkoba juga mengalami peningkatan. Pada 2019, prevalensinya sebesar 1,80 persen. Lalu 2021 sekitar 1,95 persen atau naik 0,15 persen. Total dari rentang usia 15-64 tahun, ada sekitar 4,8 juta penduduk desa dan kota pernah memakai narkoba.

Mengingat tingginya angka pengguna narkoba ini, diperlukan metode atau strategi khusus dalam pengungkapan kasus kejahatan narkotika ini. Salah satu yang dapat dilakukan adalah dengan pendekatan ‘follow the money’.

Pendekatan ‘follow the money’ adalah suatu metode untuk melacak aset yang diperoleh dari hasil kejahatan seperti narkotika, dan menyita aset tersebut agar kejahatan tidak dapat menikmati hasil kejahatannya.

Pendekatan ‘folow he money’ ini bertujuan untuk memutus mata rantai kejahatan, memiskinkan bandar narkotika dan mengembalikan aset hasil kejahatannya kepada negara.

Mengapa pendekatan ‘follow the money’ penting dalam mengungkap kasus kejahatan narkotika? Karena kejahatan narkotika merupakan salah satu kejahatan yang paling menguntungkan dan merugikan bagi masyarakat. Keuntungan yang diperoleh dari kejahatan narkotika dapat digunakan untuk membiayai kejahatan lainnya seperti terorisme, korupsi dan perdagangan manusia.

Adapun kerugian yang ditimbulkan oleh kejahatan narkotika meliputi kesehatan, sosial, ekonomi dan hukum. Oleh karena itu, pendekatan ‘follow the money’ dapat menjadi salah satu strategi efektif untuk memberantas kejahatan narkotika.

Pendekatan ‘follow the money’ adalah pendekatan yang digunakan untuk melacak aliran uang yang terkait dengan tindak pidana. Pendekatan ini dapat digunakan untuk mengungkap berbagai tindak pidana termasuk kejahatan narkotika. Proses ini didasarkan pada prinsip bahwa setiap kejahatan pasti meninggalkan jejak uang atau aset yang dapat dilacak.

Dengan menggunakan pendekatan ‘follow the money’, penegak hukum dapat mengidentifikasi sumber, pergerakan, dan tujuan dari aset hasil kejahatan. Caranya dengan analisis transaksi keuangan, jejak digital, dan kolaborasi dengan lembaga keuangan (perbankan) yaitu identifikasi pelaku utama, pelacakan transaksi, penggunaan teknologi dan kolaborasi.

Tujuan penggunaannya dapat menentukan siapa pelaku utama, penerima manfaat dan keterlibatan pihak lain dalam kejahatan tersebut.

Dalam konteks kejahatan narkotika, pendekatan ‘follow the money’ dapat digunakan untuk melacak aliran uang yang diperoleh dari penjualan narkotika. Uang ini kemudian digunakan untuk membiayai kegiatan operasional sindikat narkotika seperti pembelian narkotika, transportasi narkotika, dan penyuapan.

Implementasi

Di Indonesia, pendekatan ‘follow the money’ diterapkan melalui penerapan pasal tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang diatur dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.

Pasal yang mengatur mengenai ‘follow the money’ dalam UU TPPU adalah Pasal 69, menyatakan bahwa dalam hal terdakwa atau terpidana melakukan tidak pidana pencucian uang, tidak perlu dibuktikan adanya putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap yang menyatakan bahwa terdakwa atau terpidana telah melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2) atau Pasal 3 ayat (1) dan ayat (2).

Pasal TPPU ini memberikan kewenangan kepada penegak hukum untuk menyita aset hasil kejahatan tanpa harus menunggu putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Pasal TPPU juga memberikan kewajiban kepada pelapor untuk melaporkan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai besar kepada Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). Karena, PPATK merupakan lembaga independen yang yang bertugas untuk menganalisis dan menyampaikan informasi terkait dengan TPPU kepada penegak hukum.

Penerapan pasal TPPU di Tanah Air, telah berulangkali dilakukan oleh penegak hukum berkolaborasi bersama PPATK. Seperti yang diterapkan Bareskrim Polri dengan terhadap seorang bandar berinisial FA. Total nilai aset milik FA yang disita oleh polisi mencapai Rp 89 miliar, terdiri dari 10 unit kendaraan mobil dan motor, rekening berisi uang beserta buku tabungan sebanyak 28 buah dan tanah serta bangunan sebanyak 34 SHM. Pengungkapan kejahatan narkotika ini diungkap oleh Mabes Polri ke publik melalui konferensi pers pada 24 Agustus 2023.

Kendala

Kendala yang kerap dihadapi dalam penerapan pendekatan ‘follow the money’ di Indonesia antara lain kurangnya kesadaran dan kerjasama dari masyarakat dan sektor usaha dalam melaporkan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai besar.

Kemudian, kurangnya sumber daya manusia, anggaran, dan teknologi yang dimiliki oleh penegak hukum dalam melakukan investigasi TPPU. Kurangnya kordinasi dan sinergi antara penegak hukum, PPATK, dan lembaga lain yang terkait dengan TPPU, serta adanya perbedaan interpretasi dan penerapan hukum mengenai TPPU di tingkat penyidik, penuntut umum dan hakim.

Agar pendekatan ‘follow the money’ dalam penerapan pasal TPPU dapat berjalan baik, dirasa perlu untuk meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat dan sektor usaha mengenai pentingnya melaporkan transaksi mencurigakan dan transaksi tunai besar.

Lalu meningkatkan kapasitas dan sumber daya manusia, anggaran, dan teknologi yang dimiliki oleh penegak hukum dalam melakukan investigasi TPPU, meningkatkan kordinasi dan sinergi antara penegak hukum, PPATK, dan lembaga lain terkait dengan TPPU, serta menyamakan interpretasi dan penerapan hukum mengenai TPPU di tingkat penyidik, penuntut umum dan hakim.

Oleh: Putri Angginamora
Mahasiswa Program Studi (S2) Magister Ilmu Hukum,
Fakultas Hukum, Universitas Sumatera Utara, Medan.