JAKARTA, kaldera.id- Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) menolak usulan impor gula. Hal tersebut dinilai menjadi ancaman bagi gula produksi petani tebu lokal.
Usulan impor gula berasal dari Perum Bulog sebesar 200 ribu ton. Selain itu juga dari Badan Ketahanan Pangan (BKP) Kementerian Pertanian (Kementan) yang mengusulkan impor gula pasir konsumsi atau Gula Kristal Putih (GKP) sebesar 130 ribu ton.
Ketua Umum Dewan Pimpinan APTRI Soemitro Samadikoen menyatakan kebijakan impor gula akan mengancam penjualan gula petani. Dengan adanya impor, harga gula petani lokal akan jatuh.
Terlebih, sebentar lagi akan memasuki musim giling tebu 2020. Pada Maret ini, akan ada proses giling di Sumatera Utara dan April di Lampung serta pada bula Mei di jawa dan Sulawesi Selatan.
“Jadi tidak mungkin petani menikmati kenaikan harga jika pasarnya dibajiri gula impor. Kebijakan kita tidak fokus pada peningkatan produksi dan kesejahteraan petani,” kata dia melalui keterangan resminya, Rabu, (4/3/ 2020).
Impor Gula alami Penolakan
Menurut Soemitro, impor gula baru bisa diajukan jika terjadi kondisi tertentu. Pertama, adanya kelangkaan. Kedua, jika terjadi lonjakan harga yang sangat tinggi. Dan ketiga untuk buferstock.
“Ketiganya tidak terjadi saat ini. Impor itu jangan untuk cari untung. Tapi untuk mengatasi persoalan tersebut,” kata dia. Soemitro menyatakan stok gula petani saat ini masih berada di kisaran 700 ribu ton. Untuk stok awal 2018, karena ada impor gula kristal putih (GKP) sebesaer 1.150.000 ton.
“Stok itu tidak habis sampai 2019. Tapi pemerintah bilang sudah habis. Belum lagi impor gula rafinasi itu tidak 100 persen terserap industry makanan minuman. Sebagian bocor ke pasaran. Semua iu terus terakumulasi dan tidak pernah diakui pemerintah,” kata dia.
Sementara itu, Sekretaris DPN APTRI M. Nur Khabsyin, mengungkapkan selain keberatan soal impor gula, pihaknya juga mengusulan kepada pemerintah terkait harga patokan petani (HPP) gula.
DPN APTRI telah menerima masukan dari petani tebu dan melakukan perhitungan besaran HPP berdasarkan biaya pokok produksi. Pada tahun ini ada kenaikan biaya pokok produksi diantaranya adalah biaya garap atau upah tenaga kerja yang cukup signifikan.
Oleh sebab itu, DPN APTRI mengusulkan HPP untuk tahun 2020 sebesar Rp 12.025 per kg atau dibulatkan Rp 12.000 per kg. “Saat ini APTRI menuntut pemerintah segera menentukan harga patokan gula petani (HPP).
Penetapan HPP aakan memberikan jaminan bagi petani. DPN APTRI mengusulkan HPP untuk tahun 2020 sebesar Rp12.025 per kg atau dibulatkan Rp12 ribu per kg,” kata dia.(vivanews/finta rahyuni)